BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Terheran karena menduga bahwa kakek itu agaknya tidak membohong. “Kalau begitu, dari manakah kalian mendapatkan ilmu-ilmu itu?”
Kakek itu mengangkat pundak. “Dari nenek moyang kami yang tinggal di pulau ini.”
“Locianpwe, sukakah Locianpwe menceritakan siapa nenek moyang Locianpwe, dan bagaimana dapat tinggal turun-temurun di tempat seperti ini?”
Wajah kakek itu kelihatan jemu akan percakapan mengenai nenek moyangnya.
“Aku tidak tahu, aku yang paling tua tidak tahu, tentu saja mereka semua pun tidak tahu. Sudahlah, orang muda.
Kami adalah nelayan-nelayan di Puau Nelayan ini, selama turun-temurun menjadi nelayan dan tidak mau mencampuri urusan manusia-manusia lain.
Tempat ini jarang didatangi orang asing dan engkau sekarang menjadi tamu kami. Marilah kau menikmati penyambutan kami seadanya.
Kau boleh tinggal disini selama kau dan sumoi-sumoimu menyukai, dan boleh pergi kemana saja. Hanya pesanku, engkau dan sumoimu sama sekali tidak boleh melanggar batas puncak batu karang sana itu.
Tempat itu adalah tempat keramat bagi kami, tak seorang pun boleh mengunjunginya. Mengertikah, orang muda?”
Han Ki mengangguk dan memandang ke arah bukit karang di ujung timur pulau itu dengan hati penuh ingin tahu. Tempat itu disebut tempat keramat dan tidak boleh didatangi orang.
Tiba-tiba Maya berkata kepada kakek itu, “Kakek, tempat apakah itu yang kausebut tempat keramat?” Han Ki terkejut akan kelancangan Maya dan merasa khawatir kalau-kalau kakek dan keluarganya yang aneh itu akan marah.
Akan tetapi, kakek itu agaknya berwatak sabar sekali, malah menjawab halus, “Anak perempuan yang cantik jelita, kalau engkau mau tahu, tempat itu adalah kuburan nenek moyang kami.
Sudahlah, aku sudah tidak bisa bercerita banyak, dan aku tidak berani bicara banyak pula mengenai tempat yang kami anggap suci itu. Mari kita berpesta!”
Orang-orang itu lalu bersorak sambil mengangkut tiga ekor ikan besar, kemudian mereka mengajak Han Ki dan dua orang sumoinya meninggalkan pantai pergi ke tengah pulau di mana terdapat sebuah dusun kecil dengan pondok-pondok kayu yang sederhana pula.
Beberapa anak-anak yang telanjang bulat menyambut kedatangan mereka sambil bersorak-sorak gembira. Tak lama kemudian anakanak itu mengelilingi Maya dan Siauw Bwee.
Memandang terheran-heran dan tertawa-tawa sehingga akhirnya Maya dan Siauw Bwee merasa suka kepada meraka.
Biarpun mereka itu kelihatan tak berpakaian dan sederhana, namun mereka sama sekali tidaklah bodoh, dan juga tidak nakal.
Di samping itu, semenjak kecil anak-anak ini sudah digembleng dengan ilmu silat sehingga gerakan mereka tangkas dan tubuh mereka kuat.
Setelah daging ikan di panggang dan diberi bumbu yang sedap baunya, tiga orang tamu itu ikut makan daging ikan dan buah-buahan, minum semacam arak buatan penghuni pulau itu sendiri yang rasanya seperti sari buah.
Mereka semua bersikap ramah dan wajar sehingga Maya sendiri yang biasanya rewel kini merasa senang di pulau itu. Yang amat mengherankan di antara semua keanehan pada keluarga itu adalah …BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader