BEBASBARU.ID, BANJARBARU – Pengacara Denny Indrayana benar-benar jengkel dengan kriminalisasi pada salah satu pelapor kasus PSU di Banjarbaru.
Saking marahnya, Denny langsung lakukan Walk Out dari Sidang MK, Protes Kriminalisasi Pemohon Sengketa PSU Banjarbaru, yang dimenangkan pasangan Lisa-Wartono beberapa waktu yang lalu.
Dikutip BEBASBARU.ID dari banjarmasin.tribunnews.com, Selasa (20/05/2025) Denny Indrayana, melakukan walk out dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/5/2025).
Sebagai bentuk protes atas dugaan kriminalisasi terhadap salah satu pemohon, Syarifah Hayana.
Dalam keterangannya di depan gedung MK, Denny mengungkap bahwa kliennya Syarifah Hayana, Ketua DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan.
Mengalami intimidasi dan tekanan sejak mengajukan gugatan. Ia bahkan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
“Kenapa saya walk out? Karena Syarifah terus diintimidasi. Dipanggil KPU, Bawaslu, Polres Banjarbaru. Tujuannya jelas: untuk memaksa mencabut permohonan ke MK,” ujar Denny.
Denny menambahkan, pada Senin (19/5/2025), Syarifah diperiksa oleh sembilan penyidik Polres Banjarbaru di Jakarta dari pukul 17.00 hingga 21.30 WIB. Ia menilai proses hukum ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pemohon.
“Sebelum MK memutus perkara pada Februari lalu, pemohon sebelumnya juga dipanggil Bareskrim. Tidak hanya pemohon, tapi juga ketua yayasan, istrinya, bahkan sekretaris yayasan. Polanya sama,” jelas mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.
Menurut Denny, Syarifah ditetapkan sebagai tersangka hanya tiga hari sebelum sidang pendahuluan pada 15 Mei 2025, dan sertifikat akreditasi LPRI sebagai lembaga pemantau Pilkada Banjarbaru dicabut KPU Provinsi Kalsel pada 9 Mei. Hal ini membuat legal standing pemohon melemah.
“Yang bisa menggugat calon tunggal versus kolom kosong hanya pemantau. Maka saat akreditasinya dicabut dan dia ditersangkakan, posisi hukumnya jadi lemah,” ungkapnya.
Lebih jauh, Denny mengkritik surat resmi yang ditandatangani oleh Gubernur Kalsel dan sejumlah pejabat daerah, termasuk Kapolda, Pangdam, Kajati, Ketua DPRD, dan Kepala Badan Kesbangpol.
Surat itu meminta agar permohonan ke MK dicabut. Bahkan, sebuah video resmi berisi permintaan yang sama turut dibuat oleh Gubernur.
“Tindakan ini mencederai proses hukum dan memperkuat tekanan kepada pemohon. Kami sudah meminta perlindungan hukum dan putusan sela ke MK agar proses pidana ditangguhkan selama persidangan berlangsung,” tegas Denny.
Baca juga: Diperiksa Sebagai Terdakwa, Jumran Akui Bunuh Jurnalis Juwita Dalam Mobil di Kawasan Gunung Kupang
Ia juga menyoroti penggunaan Pasal 128 huruf k UU Pilkada sebagai dasar penetapan tersangka, yang menurutnya merupakan pasal karet karena tidak memiliki penjelasan yang jelas mengenai “kegiatan lainnya” yang dilarang bagi pemantau pemilu.
“Saya walk out sebagai bentuk penolakan terhadap kriminalisasi pemohon. Ini bukan hanya soal rasa keadilan, tapi juga penghormatan terhadap MK,” pungkas Denny.***