BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Terdengar suara melengking menyayat hati ketika tubuh Kwi Lan roboh terguling dari atas kursinya, pingsan!
Ibunya dan kakaknya menubruk, menangis dan berusaha menyadarkannya. Tapi setelah sadar, Kwi Lan meloncat ke atas menjauhi mereka, rambutnya terlepas awut-awutan, matanya liar, hidungnya kembang-kempis seakan-akan sukar bernapas.
Ia memandangi mereka bergantian, dengan mata terbelalak seperti seekor kelinci yang ketakutan. “…. Anakku…. Kwi Lan anakku….”
Ratu Yalina mengembangkan tangannya, hatinya hancur oleh keharuan dan kecemasan melihat Kwi Lan, khawatir kalau-kalau gadis itu berubah ingatan karena duka.
“…. Adikku…. Kwi Lan….“ suara Pangeran Talibu parau, pipinya basah, akan tetapi ia memandang adiknya dengan senyum penuh kasih.
Melihat ini, naik sedu-sedan dari dada Kwi Lan memenuhi kerongkongannya, kemudian ia meloncat ke depan Talibu, tangannya bergerak menampar.
“Plak-plak….!” Dua kali tangannya menampar pipi kanan kiri Pangeran itu, membuat Talibu terhuyung-huyung. “Kwi Lan….!” Ratu Yalina menjerit.
Kwi Lan membalik, memandang ibunya, kemudian menubruk kaki ibunya sambil menangis meraung-raung seperti anak kecil.
Ibunya juga duduk di lantai, balas memeluk, maka bertangisanlah ibu dan anak ini. Ratu Yalina memegang kedua pipi puterinya, diangkatnya muka itu, dipandangnya penuh selidik, penuh kasih, penuh rindu, diciuminya di antara tangis dan tawa.
Pangeran Talibu masih berdiri, memandang pertemuan yang mengharukan itu dan terdengar ia berkata lirih, suaranya menggetar.
“Adikku…. sudah selayaknya kaupukul aku…. kalau belum puas pukullah lagi…. aku seperti mempermainkanmu…. di dalam tahanan Bouw Lek Couwsu…. aku sudah tahu engkau adikku, seharusnya kuberi tahu, akan tetapi.
Kalau rahasia itu ketahuan Bouw Lek Couwsu keadaanmu sebagai puteri Ratu Khitan lebih berbahaya lagi…. dan tentang…. tentang peristiwa itu…. kau tahu kita keracunan…. Adikku, maukah engkau memaafkan kakakmu….?”
Satu-satu kata-kata itu keluar, seperti pisau tajam menusuk-nusuk hati Kwi Lan. Gadis itu melepaskan pelukan ibunya, membalik dan menubruk kaki kakaknya.
“Kanda Talibu…. kaulah yang harus memaafkan adikmu….!” Talibu tertawa, lalu menangis dan merangkul adiknya.
Dibelai-belainya rambut yang kusut itu, dicubitnya pipi yang kemerahan, dicubitnya pula hidung Kwi Lan, lalu dicium pipinya,
“Adikku sayang ketika aku mengaku cinta demi Tuhan, aku katakan dengan setulus ikhlas hatiku karena aku sudah tahu bahwa engkau adalah adik kembarku.
Kita masih saling cinta, bukan? Bahkan cinta yang suci murni tidak terpatahkan oleh apapun juga. Bukankah kita sekandungan dan lahir bersama?
Ah, Adikku sayang….!” Mereka berpelukan. Ratu Yalina bangkit berdiri dan duduk di kursi. Dua orang anaknya itu menubruk mereka dengan penuh kasih sayang.
“Anak-anakku…., anak kembarku…., ah, betapa kalian sudah menderita. Terutama Kwi Lan, sampai mencinta kakak sendiri…., ini semua akibat dosaku….“ Pada saat itu terdengar suara yang halus tapi gemetar penuh perasaan….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader