BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kemesraan dan cinta kasih Pangeran itu kepadanya yang tidak hanya terpancar dari sinar mata dan sentuhan tangan, dekapan dan ciuman.
Akan tetapi juga dari kata-katanya. Masih berkumandang di telinganya suara Pangeran itu menggetar penuh perasaan. “Demi Tuhan! Aku mencintamu, Mutiara Hitam. Aku cinta kepadamu seperti kepada diri sendiri….!”
Ia menyusup-nyusup dan menyelinap di antara pohon-pohon dan bunga. Kemudian tampak olehnya sebuah pondok kecil di tengah taman.
Pondok itu sudah tua dan tidak begitu mewah, bahkan dindingnya ada yang sudah robek-robek kulitnya. Agaknya memang dibiarkan demikian karena tampak lebih artistik (nyeni).
Ia berindap-indap mendekati dan jantungnya berdebar tidak karuan ketika ia mendengar suara orang yang dirindukan selama ini.
Suara Talibu di sebelah belakang pondok. Ia cepat menghampiri dan memutari pondok, lalu mengintai. Benar saja dugaannya. Pangeran itu berada di belakang pondok, diruangan luar.
Alangkah tampannya. Alangkah gagahnya. Pakaiannya begitu cermerlang indah, serba mengkilap dan berkilauan. Topinya terhias naga emas yang aneh, bentuknya, dadanya bergambarkan Dewa Matahari.
Pedangnya panjang dengan gagang terukir indah, dari emas bertabur batu permata. Sejenak Kwi Lan terpesona dan terharu. Demikian tampannya pria ini sampai menimbulkan haru di hati.
Akan tetapi hatinya mulai panas terbakar ketika ia melihat siapa teman Pangeran bercakap-cakap. Puteri Mimi lagi! Dan mereka duduk bersanding di bangku dengan sikap begitu mesra!
Mereka saling berpegangan tangan saling pandang, dan dari gerak-gerik, pandang mata, dari seluruh pribadi kedua orang itu jelas memancarkan cinta kasih menggelora!
Pening rasa kepala Kwi Lan. Ia memejamkan matanya dan hampir terguling roboh kalau ia tidak cepat-cepat menekan dinding pondok dengan tangan tanpa disadari mulutnya mengeluarkan suara keluhan perlahan.
Namun suara ini cukup untuk membuat Pangeran Talibu dan Puteri Mimi bangkit dan membalikkan tubuh. “ eh, kau…. Mutiara Hitam….!” seru Puteri Mimi dengan suara girang.
Namun Pangeran Talibu tidak berkata apa-apa, hanya memandang dengan mata terbelalak. Ia dapat melihat kemarahan, kehancuran hati, terbayang pada wajah dan pandang mata itu dan ia tahu apa sebabnya.
Maka ia lalu berkata gagap, “Mutiara Hitam, sudahkah kau bertemu ibunda Ratu….? Mari kuantar kau menghadap….”
“Tidak perlu! Semua orang boleh saja tidak pedulikan diriku….!” Dengan isak tertahan Kwi Lan membalikkan tubuh dan meloncat pergi. Hatinya perih dan patah.
Kekasihnya direnggut orang! Ingin ia mengamuk. Memang ia akan mengamuk, akan menemui Ratu Khitan, menuntut bahwa dia sebagai puteri disia-siakan!
Dengan kemarahan meluap-luap ia keluar dari taman mencari jalan ke istana. “Sumoi….!” Kwi Lan terhenti seperti disambar kilat. Di depannya telah berdiri Suma Kiat dengan wajah berseri dan pakaian indah!
Sungguh ia terheran-heran dan tidak dapat mengeluarkan kata-kata, hanya memandang dengan mata lebar.
“Ah, Sumoi, kau baru datang? Kami sangat mengharap-harap kedatanganmu….!” “Kau….? Di sini….?” Kwi Lan akhirnya dapat menegur. ….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader