BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Menanggung malu dan sengsara lebih lama lagi. Kalau saya tidak dapat memenuhi pesan terakhir Ibu, apa gunanya hidup menjadi seorang anak puthauw (durhaka)?”
Pemuda ini menangis lagi. Ratu Yalina menjadi terheran. “Ah, kau tenanglah, Kiat-ji. Apakah pesan terakhir Ibumu?”
“Ibu berpesan kepada saya bahwa saya dan Sumoi harus menjadi suami isteri.” “Aahh…., begitukah?” Kembali Ratu Yalina mengangguk-angguk.
“Dan Kwi Lan menolak?” “Tidak hanya menolak, bahkan marah dan hampir membunuhku.” Di dalam hatinya Ratu Yalina tertegun.
Puterinya yang berjuluk Mutiara Hitam itu agaknya liar dan galak, seperti…. eh, dia dahulu. Selalu menurutkan kehendak hati sendiri, tidak terkekang, seperti kuda liar.
“Kau…. kalah olehnya? Bukankah kau suhengnya?” “Sumoi lihai sekali, dan saya…. saya tidak tega untuk melawannya….”
Ratu Yalina kembali memandang wajah tampan itu. Ia makin kasihan dan makin suka kepada pemuda ini. Kalau Enci Sian Eng sudah berpesan demikian…. hemm, akan kulihat nanti kalau berjumpa dengan Mutiara Hitam.
“Tenangkan hatimu, Kiat-ji. Aku menghargai pesan ibumu, dan urusan ini baik ditunda lebih dulu. Kelak kalau aku bertemu dengan puteriku, akan kita bicarakan lagi. Kau mengasolah.”
Ratu Yalina memanggil pelayan dan pemuda itu lalu dipersilakan mengaso di sebuah kamar indah di kompleks istana, diberi pakaian serba indah dan hidangan-hi dangan lezat.
Terhibur juga rasa hati Suma Kiat yang selama ini mengalami kesengsaraan. Tentu saja Kwi Lan sama sekali tidak pemah menduga bahwa Suma Kiat telah mendahuluinya ke Khitan.
Tidak seperti Suma Kiat yang melakukan perjalanan siang malam, ia menuju ke Khitan tidak tergesa-gesa, sambil melihat pemandangan indah.
Maka ketika ia tiba di Khitan, Suma Kiat sudah lama berada di sana, bahkan Pangeran Talibu dan Puteri Mimi sudah lama pula kembali ke kota raja Khitan.
Kwi Lan yang sudah merasa rindu sekali kepada Pangeran Talibu, lalu bertanya-tanya di mana adanya Pangeran ini.
Karena yang bertanya adalah seorang wanita yang agaknya baru saja belajar bahasa Khitan, dan melihat wajah Kwi Lan memang patut menjadi peranakan Khitan, orang-orang yang ditanyai tidak menaruh curiga, mengira bahwa nona itu memang seorang pelancong yang ingin tahu saja.
Akhirnya Kwi Lan mendapat keterangan bahwa Pangeran Talibu tinggal di sebuah gedung indah di lingkungan Istana, di sebelah kiri dimana terdapat pertamanan luas mengelilingi gedungnya.
Mendengar ini, Kwi Lan mencari kesempatan di waktu pagi hari yang masih sunyi, dengan menggunakan kepandaiannya ia melompat masuk melalui dinding yang mengelilingi taman luas.
Karena Istana selalu aman dan dinding itu tinggi, maka penjagaan tidak begitu ketat sehingga Kwi Lan dapat melompat masuk tanpa diketahui penjaga.
Berdebar jantung Kwi Lan. Bagaimana nanti penerimaan Pangeran Talibu? Bagaimana kalau tidak mau menerimanya? Ah, tidak mungkin.
Terbayang olehnya semua peristiwa di kamar tahanan ketika dia dan Pangeran Talibu diberi racun. Terbayanglah kemesraan ….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader