BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Selesailah pertandingan itu dan keadaan menjadi sunyi sekali, kecuali suara isak tangis ibu dan anak yang saling merangkul, dan suara ayah Si Dara yang menghibur mereka.
Di sekeliling tempat itu penuh dengan mayat! Di tengah-tengah tempat mengerikan itu, berdirilah laki-laki setengah tua yang tampan tadi, kini tersenyum-senyum dan matanya ditujukan kepada Si Dara yang sedang menangis bersama ibunya.
Ayah Si Dara itu bangkit dan mengajak anak isterinya menghampiri pendekar itu, berlutut dan memberi hormat.
“Taihiap, kami sekeluarga menghaturkan banyak terima kasih atas pertolongan Taihiap,” kata Si Ayah.
“Bangunlah, sudah sepatutnya kalau aku menolong kalian, terutama sekali mengingat akan puterimu. Semua ini berkat nasib puterimu yang amat baik.” Terdengar pendekar itu berkata.
Mendengar suara yang halus itu, Si Dara mengangkat muka dan tiba-tiba kedua pipinya berubah merah sekali.
Tadi dia melihat wajah menyeramkan dari Si Kepala Rampok yang hampir saja memperkosanya. Kini melihat wajah amat tampan dan gagah dari pria yang telah menyelamatkannya, hati siapa yang tidak akan berdebar dan tertarik?
“Pertolongan In-kong lebih berharga daripada nyawa dan sampai mati pun saya tidak akan melupakannya.” Dara itu berbisik dengan suara mengandung isak karena bersyukur.
Laki-laki perkasa itu membungkuk, menyentuh kedua pundak dara itu dengan sentuhan mesra, menyuruhnya bangkit,
“Aku pun merasa bahagia sekali dapat menyelamatkanmu, Nona.” “Taihiap, kami adalah keluarga Kwa dari Tai-goan hendak pindah ke Lok-yang.
Bolehkah kami mengetahui nama besar Taihiap dan mempersilakan Taihiap singgah di tempat kediaman baru kami?” kata pula Kwa Liok, ayah Si Dara itu.
“Namaku adalah Suma Hoat, dan tentu saja saya suka singgah, karena memang saya pun hendak ke Lok-yang, sekalian akan saya kawani kalian sampai ke Lok-yang dengan selamat. Silakan naik kereta, biar aku yang akan mengemudikannya.”
Ketika keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak itu sudah naik kereta, Suma Hoat bertanya, “Milik siapakah barang-barang di dalam kereta ke dua di belakang itu?”
“Bukan milik kami Taihiap. Mungkin barang-barang kiriman yang dikawal oleh rombongan piauwsu. Kami hanya ikut rombongan dengan membayar biaya pengawalan, kami keluarga miskin tidak membawa barang apa-apa kecuali bungkusan-bungkusan dalam kereta ini.”
Suma Hoat mengangguk-angguk, meloncat ke belakang dan setelah memilih dan mengantongi beberapa benda berharga dari emas permata, dia lalu kembali ke kereta.
Naik ke tempat di depan dan mencambuk dua ekor kuda yang tadi ketakutan itu sehingga dua ekor binatang itu membalap ke depan menarik kereta.
Setelah tiba di rumah keluarga Kwa di Lok-yang, tentu saja Suma Hoat diterima sebagai tamu agung, dihormati oleh suami isteri Kwa dan terutama oleh puterinya.
Kwa Bi Kiok yang benar-benar merasa kagum dan berhutang budi kepada penolongnya itu. Dara ini memang cantik manis…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader