BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Tak perlu kusangkal. Engkau memang seorang laki-laki yang hebat. Akan tetapi aku tidak cinta kepadamu seperti juga engkau tidak mencintaku.
Aku telah mencinta orang lain.” “Suhengmu sendiri?” “Bagaimana kau bisa tahu?” “Ha-ha, apa sukarnya menduga? Engkau telah rela mengorbankan diri untuk menyelamatkannya.
Aku tidak menyalahkan engkau. Suhengmu seorang laki-laki yang tampan dan gagah perkasa. Kalian berdua memiliki ilmu kepandaian yang amat dahsyat.
Memiliki Sepasang Pedang Iblis yang mujijat. Yan Hwa, sebelum kita berpisah dan mungkin kita tidak akan saling berjumpa kembali, mengingat akan kemesraan yang sudah sama-sama kita nikmati.
Maukah engkau sekarang mengaku, sebetulnya engkau dan suhengmu itu dari perguruan mana?” “Sudah kukatakan bahwa keadaan kami adalah rahasia kami. Harap kembalikan dulu pedang kami.”
Suma Hoat menarik napas panjang, lalu mengambil Sepasang Pedang Iblis dari balik jubahnya yang digantung di sudut.
“Kaulihat, hanya kutaruh di sini, tidak kusembunyikan, untuk membuktikan betapa aku telah percaya penuh kepadamu.”
Yan Hwa menerima sepasang pedang itu, mengikat sarung Li-mo-kiam di pinggang sedangkan Lam-mo-kiam ia gantungkan di punggung. Ia memandang Suma Hoat dan berkata dengan senyum,
“Baiklah, Suma Hoat. Di antara kita sebetulnya masih ada hubungan, biarpun hubungan di antara kita penuh dendam permusuhan.
Kulihat engkau, biarpun…. mata keranjang dan tukang perayu wanita, tidak jahat seperti ayahmu. Aku dan suheng adalah murid mendiang subo kami, Mutiara Hitam.”
Wajah Suma Kiat menjadi pucat. “Apa….? Murid Bibi…. Kam Kwi Lan Si Mutiara Hitam…. dan engkau sudah tahu bahwa aku masih keponakannya?”
Yan Hwa mengangguk. “Ayahmu, Jenderal Suma Kiat amat jahat dan curang. Dia mengakibatkan kematian Supek Kam Liong, dan muridnya, dan agaknya semenjak dahulu.
Antara keturunan Suma dan keturunan Kam selalu timbul permusuhan karena kejahatan keluarga Suma. Akan tetapi, kulihat engkau tidak jahat hanya…. mata keranjang!”
Suma Hoat tersenyum kecut. “Tidak perlu kau ulangi lagi, Yan Hwa. Aku tidak akan menyangkal akan sifatku yang suka merayu dan bermain cinta dengan wanita cantik.
Untuk itulah maka aku dijuluki Jai-hwa-sian.” “Engkau Jai-hwa-sian? Hemm, pantas! Sudahlah, mari antar aku kepada Suheng dan biarkan kami pergi.
Mudah-mudahan saja jalan hidup antara kita akan bersimpangan karena aku tidak ingin merusak kenangan manis kemarin dan malam tadi dengan bentrokan.
Karena sekali kita saling bentrok, aku takkan suka mengampunimu, Suma Hoat.” Suma Hoat mengangguk lalu mengajak Yan Hwa mengambil jalan rahasia menuju ke tempat tahanan di bawah tanah.
“Kau tunggu di sini. Kalau terjadi keributan dan teriakan kebakaran sehingga semua penjaga lari meninggalkan pintu di sana itu, barulah kau masuk, bebaskan suhengmu dan lari, melalui jalan ini.”
Suma Hoat menerangkan jalan rahasia keluar dari tempat itu. Setelah Yan Hwa mengerti betul, dia lalu merangkul Yan Hwa, mencium bibirnya dan berbisik, “Selamat berpisah…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader