BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Pemuda tadi. Aku harus mendapatkan gadis ini pikirnya, maka dia lalu melompat maju sambil menghunus pedang Lam-mo-kiam yang telah dirampasnya.
“Tranggg….!” Semua orang yang berdekatan dengan pertemuan sepasang pedang itu, menjadi silau matanya.
Dan banyak yang terhuyung mundur karena sepasang pedang yang bertemu dengan dahsyatnya itu mengandung getaran yang mujijat.
“Aihhhh…., Lam-mo-kiam….!” Yan Hwa menjerit kaget ketika pedangnya bertemu dengan pedang pegangan suhengnya itu.
Dia memandang wajah pemuda tampan yang memegang pedang itu, kemudian bertanya dengan suara membentak,
“Bagaimana pedang Lam-mo-kiam bisa berada di tanganmu? Siapa engkau dan di mana suhengku?” Suma Hoat memandang dengan senyum lebar,
“Ah, kiranya dia itu suhengmu, Nona? Dia sudah tertawan….” “Bohong! Tak mungkin suheng tertawan oleh kalian!”
“Hemm, kalau belum tertawan, mana mungkin pedangnya dapat kurampas? Dan semua temanmu sudah kalah, tinggal engkau seorang. Kalau engkau suka menyerah.
Aku menanggung bahwa engkau tidak akan diganggu, bahkan soal suhengmu…. hemmm, marilah kita bicarakan. Melawan pun takkan ada gunanya, Nona.”
Yan Hwa terkejut dan memandang ke sekeliling. Benar saja dia tidak melihat lagi Maya yang tadi mengamuk, dan tidak melihat lagi yang lain-lain.
Bahkan kini semua pasukan sudah mengurungnya sehingga kalau dia melawan, biarpun dia akan dapat membunuh banyak lawan, akhirnya dia tidak akan dapat meloloskan dirinya.
Dia memandang tajam. Pemuda ini amat tampan dan gagah, dan tidak memiliki sifat kejam. “Aku minta bukti lebih dulu bahwa suhengku benar-benar telah kautawan!”
Katanya sambil melintangkan pedangnya. Suma Hoat tertawa dan memanggil Siangkoan Lee. “Bawalah tawanan itu agar nona ini dapat melihatnya!”
Siangkoan Lee mengerutkan alisnya. Dia tidak setuju dengan sikap putera gurunya, akan tetapi tentu saja dia tidak berani membantah.
Dia mengangguk lalu pergi lagi, tak lama kemudian dia mengawal empat orang anak buahnya yang menggotong tubuh Ji Kun yang masih pingsan dan yang terbelenggu kuat-kuat. “Suheng….!”
Yang Hwa berseru dan pedangnya bergerak, hendak mengamuk. “Tranggg!” Pedang Suma Hoat menangkis pedangnya dan pemuda ini berkata,
“Nona, lebih baik menyerah. Percayalah, aku akan mengusahakan agar engkau dan suhengmu dibebaskan.”
Yan Hwa memandang dan melihat sinar mata pemuda tampan itu memandangnya penuh gairah, jantungnya berdebar.
Kalau di sana ada jalan keluar untuk membebaskan diri bersama suhengnya, agaknya jalan satu-satunya hanyalah menuruti kehendak pemuda tampan ini.
“Di mana teman-temanku yang lain?” Ia bertanya, masih belum mau tunduk dan menyerah begitu saja.
“Dua orang temanmu yang menyerbu dari belakang kuil telah tewas, sedangkan yang seorang lagi…. eh, wanita sakti itu, telah melarikan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader