BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Keterangan ini memuaskan hati Leng Bu dan kesempatan ini dipergunakan oleh Suma Hoat untuk mengajak mereka mencontoh sikapnya.
“Kuharap Suheng dan Nona Khu dapat melihat kenyataan itu dan marilah kalian ikut bersamaku membantu kerajaan dengan bekerja sama dengan Koksu Yucen.
Dengan jalan ini kita akan dapat menyelamatkan negara dari ancaman Mancu.” “Aku tidak mempunyai hasrat untuk melibatkan diri dengan perang, Sute,” jawab Leng Bu dengan suara dingin.
“Dan bagaimana dengan pendapatmu, Nona?” “Aku juga tidak suka mencampuri urusan negara, aku benci akan perang! Dan selain itu, aku mempunyai urusan pribadi yang lebih penting.
Biarlah kita mengambil jalan kita masing-masing, Suma-twako. Supek, marilah kita melanjutkan perjalanan ke selatan.”
Siauw Bwee ingin sekali segera dapat bertemu dengan Kam Han Ki dan Leng Bu yang maklum akan hal hati dara itu berkata,
“Sebaiknya besok pagi-pagi saja kita berangkat. Kota Sian-tan merupakan benteng kuat dan menjadi pertahanan pasukan Sung, kurasa ke sanalah kita harus menuju.
Akan tetapi, mengingat akan peristiwa di Sian-yang, kita harus berhati-hati memasuki kota itu.”
Siauw Bwee maklum bahwa setelah mereka berdua mengacau di Sian-yang sebelum pasukan Mancu tiba di sana, tentu mereka akan dimusuhi oleh tentara Sung.
Dan akan ditangkap oleh Bu-koksu karena dia telah membunuh panglima dampit. Maka ia mengangguk dan menyatakan setuju.
“Suheng dan Nona Khu. Aku telah mendengar akan sepak terjang kal ian di Sian-yang. Bukankah engkau yang telah membunuh panglima dampit dan menimbulkan kekacauan di sana?
Kalau benar demikian, amat berbahaya kalau kalian memasuki kota Siang-tan. Pula, bolehkah aku bertanya apa tujuan Nona pergi ke sana?”
“Aku ingin mencari seseorang, urusan pribadi, Twako. Maaf, aku tidak dapat memberi penjelasan kepadamu.”
Suma Hoat mengangguk, kembali merasa kecewa akan tetapi tidak menyesal. Bahkan dia ingin sekali membantu Nona ini karena dia dapat merasa bahwa tentu ada rahasia yang mengganggu hati nona ini.
Dia akan diam-diam menyelidiki dan kalau perlu melindungi dan membantu Nona yang telah menjatuhkan hatinya ini.
“Kalau begitu aku setuju dengan pendapat Ji-suheng. Lebih baik berangkat besok pagi, dan sedapat mungkin memasuki kota di waktu malam.
Menyelinap di antara kaum pengungsi sehingga tidak akan mudah dikenal.” Siauw Bwee makin suka kepada pemuda ini.
Seorang yang jujur, ramah, sopan dan tahu diri sehingga tidak terus bertekad mengetahui rahasia orang bahkan dapat menghargai dan memaklumi rahasia orang.
“Suma-twako, aku pernah mendengar nama besar seorang Panglima Sung yang bernama Suma Kiat. Tidak tahu apakah persamaan she antara Twako dan dia berarti ada hubungan keluarga?”
Kembali Suma Hoat terkejut, akan tetapi dia dapat menekan hatinya dan tidak memperlihatkan pada wajahnya.
Dia tersenyum dan berkata, “Kebetulan sekali aku adalah puteranya, Nona.” “Ohhh….!” Siauw Bwee tak dapat menyembunyikan kekagetannya…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader