BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Lebih lihai daripada dia! Karena suhengnya tidak bersamanya, dan di antara pasukan tidak ada yang dapat diandalkan untuk membantu.
Maka di dalam kegelapan malam itu dia tidak berani nekat melakukan pengejaran seorang diri saja, apalagi dua orang yang melarikan diri itu selain lihai juga berada di luar kota.
Baru menghadapi wanita itu saja, belum tentu dia akan menang, apalagi harus menghadapi dua orang lawan yang sakti.
Dia tidak tahu bahwa sebatang di antara anak panahnya telah berhasil melukai pundak Coa Leng Bu, dan tentu saja dia pun tidak tahu bahwa kakek itu.
Yang menurut pendengaran para pasukan, adalah supek Si Nona Lihai, sebetulnya jauh kalah kalau dibandingkan dengan murid keponakannya.
Setelah melihat bahwa pihak pasukan musuh tidak melakukan pengejaran, Siauw Bwee mengajak paman gurunya berhenti.
Kemudian dengan hati-hati dia mencabut anak panah yang menancap di pundak Coa Leng Bu. Sebagai seorang ahli pengobatan.
Tentu saja Leng Bu dapat mengobati luka di pundaknya yang untung sekali tidak merupakan luka parah karena anak panah itu hanya menembus daging tidak merusak tulang atau urat besar.
Setelah diobati dan dibalut, mereka melanjutkan perjalanan menuju ke selatan. Biarpun pundaknya terluka, Leng Bu mengajak Siauw Bwee berjalan cepat terus ke selatan semalam itu.
Dan baru pada pagi harinya, mereka memasuki dusun dan berhenti ke dalam sebuah warung untuk makan dan beristirahat.
Di sepanjang jalan malam itu, mereka melewati banyak rombongan orang yang mengungsi, yaitu penduduk dusun-dusun di sekitar kota Sian-yang yang telah direbut pasukan Mancu.
Ketika mereka tiba di dusun itu pun sebagian besar penduduk telah berkemas dan bersiap untuk lari mengungsi ke selatan.
Hanya mereka yang tidak mampu saja, dan mereka yang enggan meninggalkan usaha mereka, seperti tukang warung itu, yang masih berada di dusun dan tidak tergesa-gesa lari mengungsi.
Warung itu penuh dengan para pengungsi yang ingin beristirahat sambil mengisi perut, dan kedua orang itu diam-diam mendengarkan percakapan para pengungsi tentang jatuhnya kota Sian-yang.
Tiba-tiba Siauw Bwee yang sedang makan bubur, menelan ludah dan hampir saja tersedak. Coa Leng Bu memandang heran.
Akan tetapi ketika melihat gadis itu mengerutkan alis dan melirik ke kiri di mana terdapat beberapa orang tamu pria sedang bercakap-cakap.
Leng Bu juga mendengarkan dan melanjutkan makan bubur dengan sikap tenang. “Benarkah keteranganmu itu bahwa bala tentara musuh dipelopori oleh Pasukan Maut?”
Terdengar orang ke dua bertanya sambil berbisik. “Tidak salah lagi. Keponakanku adalah seorang anggauta pasukan pengawal di Sian-yang.
Dialah yang menganjurkan kami sekeluarga meninggalkan kota setelah dia ketahui betapa kuatnya pasukan-pasukan musuh,” bisik orang pertama.
“Aihhh, pantas saja Sian-yang tak dapat dipertahankan, biarpun Koksu sendiri kebetulan berada di sana!” kata orang ke tiga.
“Aku telah mendengar pula akan kehebatan Pasukan Maut yang kabarnya beranggautakan tentara yang seperti iblis, tidak takut mati dan berkepandaian tinggi, dipimpin oleh orang-orang sakti.
Apalagi Panglima Pasukan Maut, kabarnya Panglima Wanita Maya itu memiliki kepandaian seperti…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader