BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Menjadi girang dan dia terjun ke dalam medan pertempuran sehingga para pengeroyok Coa Leng Bu menjadi kocar-kacir, termasuk perwira nya.
Setelah dalam beberapa gebrakan saja belasan orang di antara mereka roboh oleh pedang rampasan Siauw Bwee. Coa Leng Bu juga mengamuk dengan hebat.
Kedua tangannya menyambari tubuh-tubuh para pengeroyok dan melempar-lemparkannya ke arah serdadu lain.
Di sekeliling tempat itu sudah penuh dengan tubuh korban yang malang-melintang. Coa Leng Bu juga girang sekali melihat munculnya Siauw Bwee yang memang sudah dinanti-nantinya, maka dia cepat berkata.
“Syukur engkau tidak terlambat datang. Lekas ikut aku, cepat!” Siauw Bwee maklum bahwa kalau mereka terus mengamuk di situ.
Para pasukan musuh tentu akan datang membanjiri dan kalau pintu gerbang sudah tertutup dan mereka dikurung oleh ratusan orang serdadu, tidak ada harapan lagi untuk keluar dari kota itu.
Apalagi kalau sampai para panglima Mancu keluar. Baru empat orang perwira saja yang mengeroyoknya tadi, sudah memiliki kepandaian yang lihai.
Apalagi kalau para panglima seperti yang ia saksikan ketika mereka berperang tanding melawan para Panglima Sung!
Kini mereka berdua menerobos kepungan dan berhasil keluar dari pintu gerbang selatan yang terkurung oleh air yang cukup lebar.
Dan jembatan gantung di luar pintu itu tentu saja terangkat naik sehingga tidak ada jalan keluar lagi meninggalkan tempat itu.
“Bagaimana, Supek?” Siauw Bwee bertanya bingung, pedangnya berkelebat merobohkan dua orang pengejar terdekat.
“Aku sudah siap dengan alat penyeberang di sana. Itu, mari!” Kakek ahli obat ini menuding ke kanan. Siauw Bwee memandang di tempat gelap itu, terkena cahaya penerangan dari atas benteng.
Dia melihat sebatang kayu balok yang panjangnya ada tiga meter. Kiranya supeknya selain telah mendapatkan jalan juga telah siap dengan sebatang balok untuk menyeberang!
Biarpun tidak sebaik sebuah perahu, namun cukup untuk menyeberangkan mereka. Maka dia lalu mengikuti supeknya.
Kemudian keduanya meloncat ke atas balok itu dan dengan tenaga tekanan kaki mereka, balok itu meluncur ke tengah!
Baru saja balok yang mereka injak dan mereka dorong dengan tekanan tenaga kaki itu bergerak, berserabutan muncul melalui pintu gerbang itu para serdadu sambil berteriak-teriak dan mengacungkan obor.
Kemudian mereka berlari mendekati tepi sungai dan mengacung-acungkan senjata. “Serang dengan anak panah!”
Terdengar teriakan seorang perwira yang baru datang dan tak lama kemudian datanglah hujan anak panah dari tepi sungai dan dari atas benteng!
Coa Leng Bu yang tidak memegang senjata, sudah menanggalkan bajunya dan dengan baju ini, dia menangkis semua anak panah yang datang menyerang.
Memutar bajunya sehingga seluruh tubuhnya tertutup. Siauw Bwee memutar pedang dan sinar pedangnya bergulung-gulung menjadi perisai tubuhnya.
Semua anak panah gagal mengenai sasaran dan kini balok itu telah tiba di tengah sungai, penuh dengan anak panah yang menancap di situ.
“Awas perahu-perahu musuh!” Coa Leng Bu berbisik. Dari kanan kiri meluncurlah perahu-perahu yang ditumpangi oleh serdadu Mancu.
Semua ada enam buah perahu, tiga dari kanan dan tiga dari kiri, setiap…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader