BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kanan memegangi pipa madat itu hanya tinggal dua buah jarinya! Di dekat dipan berdiri seorang laki-laki yang bukan lain adalah Si Sastrawan Ang Hok Ci!
Ang-siucai yang menjadi biang keladi segala kekacauan di atas tebing dan di lembah itu. Ang Hok Ci memegang sebatang golok dan dia membalik cepat ketika mendengar suara Siauw Bwee berbangkis tadi.
“Tarr….!” Cambuk di tangan Coa Leng Bu meledak dan cambuk itu meluncur ke depan, ujungnya membelit tangan Ang-siucai yang berteriak kaget dan goloknya terlepas dari pegangan.
“Keparat she Ang, mampuslah!” Coa Leng Bu membentak. “Sute, jangan kurang ajar!” Kakek yang mengisap madat itu berseru, mulutnya menyemburkan asap putih ke arah muka Coa Leng Bu.
Jarak antara dia berbaring dan tempat Coa Leng Bu berdiri cukup jauh, ada lima meter, akan tetapi asap itu bergulung-gulung cepat sekali menyambar muka Coa Leng Bu yang menjadi gelagapan dan terbatuk.
Saat itu dipergunakan oleh Ang-siucai untuk menyambar goloknya karena tangannya yang terbelit ujung cambuk sudah terlepas ketika Coa Leng Bu diserang asap madat yang baunya memuakkan itu.
“Setan tua, kau melindungi pengacau?” Siauw Bwee marah sekali dan sudah akan meloncat maju menghadapi ketua lembah yang amat lihai itu.
“Lihiap, jangan!” Coa Leng Bu berseru sehingga Siauw Bwee menahan gerakan kakinya. “Dia…. Suheng…. telah terbujuk penjahat….”
Ia lalu berpaling kepada suhengnya yang masih rebah di atas dipan. “Suheng, insyaflah. Dia ini bukan manusia baik-baik.
Dia telah mengacau tebing, kini dia mengacau lembah bahkan tentu dia yang membujukmu untuk mengisap racun itu!” “Coa Leng Bu, pergilah sebelum kubunuh engkau!” Kakek itu berseru.
“Jangan kurang ajar terhadap tamu dan sahabat baikku. Hayo pergi!” “Supek, kuhadapi manusia she Ang itu, biar aku yang menundukkan ketua lembah….” bisik Siauw Bwee.
“Coa Leng Bu, tidak pergi juga engkau?” Kakek itu kini bangkit duduk dan tangannya memegang sebuah bendera hitam kecil.
Bendera yang dahulu dilihat oleh Siauw Bwee dipegang penderita kusta untuk menundukkan Ouw-pangcu. Melihat bendera itu, tiba-tiba Coa Leng Bu menjatuhkan diri berlutut.
“Teecu tidak berani membantah….!” Tiba-tiba Ang-siucai yang melihat kakek tukang obat itu berlutut dan sama sekali lenyap sikapnya melawan, menggerakkan goloknya membacok sambil melompat ke depan.
“Trangggg!” Pedang Siauw Bwee menangkis dan golok itu terpental, sedangkan tubuh siucai itu terhuyung.
“Tolong, Lie-pangcu…. perempuan siluman itu lihai sekali!” Ang-siucai berseru minta bantuan ketua lembah.
Akan tetapi Siauw Bwee sudah menyambar lengan Coa Leng Bu dan dibawa lari keluar dari pondok itu.
“Supek, mengapa kau selemah itu melihat bendera itu?” “Bendera itu adalah peninggalan Suhu. Siapa yang memegangnya mempunyai kekuasaan seperti Suhu sendiri. Bagaimana aku berani melawan?”
“Hemm, kalau Twa-supek sudah terpengaruh racun dan bujukan manusia…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader