BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kakek itu sejenak memandang kepada Yu Goan, kemudian memandang lebih lama dan penuh perhatian kepada Siauw Bwee, kemudian membungkuk dan berkata,
“Harap Ji-wi suka memaafkan kekerasan anak buahku yang tidak berpendidikan. Melihat gerakan-gerakan Lihiap tadi, aku percaya bahwa Lihiap tentulah seorang pendekar muda yang menjadi murid seorang sakti.”
Siauw Bwee tersenyum. Biarpun sederhana keadaannya, kakek ini tidaklah sebodoh orang-orang kasar tadi.
Maka dia pun mengangkat kedua tangan memberi horrnat seperti yang dilakukan Yu Goan lalu berkata,
“Kami berdua hanya kebetulan lewat saja lewat di hutan sana akan tetapi malam tadi anak buahmu mengintai kami.
Kami menjadi curiga dan mengikuti jejak mereka sampai di sini dan tiba-tiba kami dikeroyok. Pangcu siapakah dan perkumpulan apakah yang Pangcu pimpin, dan di bawah tebing sana itu…. apakah ada hubungannya dengan Pangcu?”
Tiba-tiba wajah kakek itu berubah agak pucat dan ia cepat menggeleng kepala sambil berkata, “Harap Lihiap tidak bertanya-tanya lebih banyak lagi.
Aku sudah mohon maaf atas kelancangan anak buahku. Sudahlah, aku minta dengan hormat sukalah Ji-wi meninggalkan tempat ini dan harap jangan menceritakan orang lain akan keadaan kami.
Dan jangan pula kembali ke tempat ini. Percayalah, aku seorang tua yang bicara demi kebaikan Ji-wi sendiri.”
Tiba-tiba kakek itu mengerutkan keningnya, menyentuh dahi dengan tangan kanan, mukanya berubah pucat membiru, matanya dipejamkan, mulutnya menyeringai dan seluruh tubuh tergetar menggigil seperti orang kedinginan hebat.
Giginya saling beradu dan akhirnya kakek itu menjatuhkan diri di atas tanah, mengeluh dan mengerang kedinginan, mukanya makin membiru.
“Pangcu….” “Sssttt….!” Yu Goan mencegah Siauw Bwee dan ketika nona ini memandang temannya, pemuda itu mendekati ketua itu dan memandang penuh perhatian dengan alis berkerut.
Kini wajah kakek itu mulai putih kembali, dari biru menjadi putih dan tubuhnya tidak menggigil lagi. Dia dapat duduk bersila tenang dan wajahnya yang pucat itu mulai kemerahan.
Akan tetapi betapa terkejut hati Siauw Bwee ketika melihat bahwa muka itu makin lama makin merah dan tubuh kakek itu seolah-olah mengeluarkan hawa panas yang sampai terasa olehnya.
Kakek itu kembali tersiksa, kini seperti seekor cacing terkena abu panas, bergulingan di atas tanah! “Pangcu….”
Kembali Siauw Bwee melangkah maju. “Jangan, biarkan saja. Dia sedang terancam jiwanya oleh penyakit yang amat berat, aku sedang mempelajari penyakitnya.”
Seperti tadi pemuda ini mendekat dan memandang penuh perhatian. Siauw Bwee merasa heran dan juga kagum.
Kiranya pernuda itu, yang sudah ia saksikan ilmu silatnya yang sungguh tak boleh dikatakan masih rendah tingkatnya, bahkan amat tinggi mutunya, memiliki pula ilmu kepandaian pengobatan!
Pemuda yang aneh dan mengagumkan! Kurang lebih satu jam lamanya kakek itu menderita, akhirnya keadaannya tenang kembali.
Dia membuka mata, mengeluh dan meloncat bangun, menghapus keringat dari dahi dan lehernya, memandang kepada dua orang muda itu dan berkata perlahan……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader