BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Sarung pedangnya yang dilempar di atas tanah oleh Si Sastrawan, kemudian pemuda itu berdiri dekat Siauw Bwee yang sudah bebas lebih dulu. Mereka berdiri memandang kakek yang datang itu.
Dan siap menghadapi segala kemungklnan tanpa mengeluarkan suara. Ketika mereka mengerling kiranya di situ sudah berkumpul banyak sekali orang-orang liar itu.
Adapun kakek yang muncul itu agaknya adalah ketua mereka, melihat dari sikap hormat dan takut semua orang liar, kecuali Si Sastrawan yang kelihatannya bersikap takut hormat buatan.
Sikapnya palsu dan hal ini diam-diam tidak terlepas dari pandang mata Yu Goan dan Siauw Bwee. Kakek itu sudah tua sekali, jenggot dan rambutnya yang tidak terpelihara baik-baik itu sudah putih.
Matanya yang cekung dan tubuhnya yang jangkung itu amat kurus, akan tetapi sepasang matanya mengeluarkan sinar yang aneh, lebih mencorong daripada mata orang-orang liar itu!
Pakaiannya juga sederhana sekali sehingga tampak jelas betapa bedanya dengan pakaian Si Sastrawan.
“Jala-jala itu kubikin untuk menangkap binatang buas, untuk memenuhi kebutuhan perut kita. Mengapa sekarang kalian pergunakan untuk menangkap manusia-manusia?
Bukankah aku sudah melarang kalian bertanding dengan orang luar?” Para pengeroyok tadi tidak ada yang menjawab.
Hanya berlutut dan menundukkan muka, akan tetapi beberapa orang di antara mereka melirik ke arah Si Sastrawan, seolah-olah menyerahkan jawabannya kepada sastrawan itu.
Kakek itu dapat menangkap sikap anak buahnya ini, maka dia menoleh ke arah sastrawan itu dan berkata,
“Ang-siucai, engkau adalah tamu terhormat di sini, mengapa membawa anak buah kami untuk mengeroyok dua orang muda ini?”
Sastrawan itu menjura dan menjawab dengan suara tenang, “Harap Pangcu (Ketua) suka memaafkan saya. Karena dua orang ini melanggar wilayah Pangcu dan sikap mereka mencurigakan.
Maka saya mengusulkan kepada kawan-kawan untuk menangkap mereka dan membawa mereka ke depan Pangcu untuk diadili.
Akan tetapi, mereka berdua tidak mau menyerah, bahkan melawan sehingga terjadilah pertempuran.” Kakek itu mengerutkan keningnya.
“Hemmm, tidak pernah aku memerintahkan untuk mengganggu orang yang lewat, asal mereka tidak mengganggu kami.
Biarlah sekali ini aku tidak akan menghukum anak buahku. Dan kuharap Ang-siucai suka ingat agar tidak melakukan hal seperti ini pula, karena kalau demikian.
Terpaksa aku tidak akan dapat menganggap engkau sebagai tamu terhormat dan sahabat baik lagi. Nah, harap kalian semua kembali lebih dulu!”
Anak buah orang-orang liar itu bersama Si Sastrawan lalu bangkit dan pergi dari situ dengan kepala menunduk.
Mereka itu semua kelihatan patuh dan sama sekali tidak memperlihatkan muka penasaran, akan tetapi dengan kerling matanya Siauw Bwee dapat menangkap ketidak-puasan membayang di wajah sastrawan itu,
Bahkan mulut sastrawan itu membayangkan senyum mengejek. Hemm, orang itu bukan seorang baik-baik, pikir Siauw Bwee.
Akan tetapi karena urusan orang-orang itu tidak ada sangkut-pautnya dengan dia, maka dia pun diam saja dan hanya memandang kakek yang masih berdiri di depannya. …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader