BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Mengangkat kepala menoleh ke kanan kiri seperti bingung mengapa suara suling itu lenyap dan terlihat ada ular besar merayap.
“Bi-moi, bagaimana? Apakah engkau masih keras kepala?
Sekali lagi kuminta engkau suka menerima cintaku seperti yang dilakukan sumoimu, dan kita bertiga hidup bahagia.” “Tidak sudi. Lebih baik mati!”
“Begitukah? Hemm…. biarlah ularku yang akan menjawab pertanyaanmu ini. Kalau engkau sudah merasa cukup dan tidak keras kepala lagi, katakan saja bahwa engkau menyerah.
Akan tetapi kalau engkau lebih suka memilih mati, engkau akan mati dengan nyawa masih penuh rasa takut dan jijik sehingga rohmu akan berkeliaran dikejar ketakutan hebat!” Suma Hoat lalu meniup sulingnya.
Terdengarlah suara melengking aneh dan ular itu mengangkat tubuh atas tinggi-tinggi, kemudian berlenggak-lenggok seperti menari.
Dan perlahan-lahan merayap mendekati kaki Liang Bi dengan lidah bergerak-gerak keluar masuk mulutnya yang merah.
Liang Bi memandang ular itu dengan wajah pucat dan mata terbelalak, bibirnya menggigil dan dadanya bergelombang. Rasa jijik dan takut hampir membuat ia menjerit. Ia berusaha menguatkan hatinya.
Akan tetapi ketika ular itu mulai merayap dari kakinya terus ke atas melalui betisnya, pahanya, perutnya…. Liang Bi hampir pingsan.
Dia hanya mengharapkan ular itu menggigitnya agar dia lekas mati. Bagi seorang gagah seperti dia kematian bukan apa-apa dan akan dihadapinya dengan mata terbuka.
Akan tetapi, bukan kematian yang membuat ia takut kepada ular, melainkan rasa geli dan jijik. Namun celaka baginya, Suma Hoat meniup sulingnya terus dan ular itu sama sekali tidak menggigitnya, melainkan melingkari tubuhnya dengan kuat.
Liang Bi merasa betapa tubuh ular itu berdenyut-denyut dingin sekali, licin dan menggelikan, menjijikkan, kemudian kepala ular itu bergerak-gerak di depan mukanya, lidahnya keluar dan menjilat-jilat!
Liang Bi memejamkan mata, membuang muka akan tetapi ia masih merasa betapa lidah ular itu menjilat-jilat mukanya, pipinya, bibirnya, lehernya. Ia bergidik.
Ular itu seolah-olah sedang menciumnya penuh nafsu! Ia muak, jijik dan seluruh tubuhnya menggigil. “Bunuh aku…. iihhhh…. bunuh aku…. uhu-hu-huu…. suruh dia pergi….!”
Akhirnya ia merintih. Akan tetapi Suma Hoat tidak menghentikan tiupan sulingnya dan si ular terus menggerayangi muka dan leher Lian Bi dengan moncongnya yang menjijikkan. Liang Bi menggeliat-geliat, hampir pingsan.
Kalau dia pingsan atau mati seperti yang ia harapkan dia akan terbebas. Akan tetapi celaka, dia masih sadar dan harus merasakan penderitaan yang amat menyiksa hatinya.
Kalau dia disiksa dengan rasa nyeri, disayat sedikit demi sedikit kulit dagingnya, dia akan menghadapinya dengan tabah.
Akan tetapi perasaan jijik ini benar-benar hampir tidak kuat ia menahannya. “Suci, menyerahlah….!” Terdengar suara Cui Leng membujuk.
Gadis ini berdiri di dekat meja tinggi, menaruh lengan kiri di atas meja, lengan kanan bertolak pinggang, menonton pertunjukan itu dengan hati ngeri dan iba kepada sucinya.
Akan tetapi, karena ia maklum bahwa sebelum sucinya menyerah dia takkan pernah merasa aman hatinya, maka ia men
….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader