BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Sedikit di bawah pundak, kemudian menyambung cepat, “Biarlah kucabut dan kusedot sendiri lukanya, baru kauobati.” Suma Hoat memandang ke arah dada itu dan tersenyum.
“Li-hiap, mana mungkin engkau menyedot luka di tempat itu? Mulutmu tidak akan dapat mencapainya dan…. ah, sungguh aku orang yang tidak beruntung, selalu dicurigai. Agaknya Li-hiap juga masih tidak percaya kepadaku.
Dalam keadaan seperti ini, perlukah menggunakan rasa sungkan-sungkan lagi? Ingat bahwa aku hanya mengobati, tidak mempunyai niat buruk yang lain. Terserah kepada Li-hiap, kalau tidak mau, aku pun tentu saja tidak berani memaksa.”
Pemuda itu membalikkan tubuh dan membelakangi Cui Leng dan menambah kayu di tempat perapian sehingga tempat itu menjadi makin terang dan hawanya menjadi hangat.
Memang dia sengaja memberi kesempatan kepada Cui Leng untuk mengambil keputusan. Ia mendengar gadis itu menghela napas panjang berulang-ulang, kemudian terdengar suaranya lirih agak gemetar.
“Baiklah…. Kongcu…. biar engkau yang menyedot dan mengobatinya. Apa boleh buat, aku tidak sudi menjadi bopeng.” Suma Hoat tersenyum, senyum penuh kemenangan.
Akan tetapi ketika ia membalikkan muka menghadapi Cui Leng, wajahnya tampak tenang dan biasa saja, bahkan dia berkata.
“Engkau tidak usah khawatir, Li-hiap. Dengan kepandaianmu yang tinggi, aku bisa berbuat apakah terhadapmu? Aku hanya seorang pelajar yang mengerti sedikit ilmu pengobatan dan yang mengandung maksud baik.”
Ia lalu menghampiri buntalan pakaiannya, mengambil seguci arak dan cawannya. Sambil menuangkan arak dia berkata dengan sembarangan.
“Harap kau suka membuka bagian yang terluka. Setelah minum obat penawar racun ini, baru akan kucabut jarum dan kusedot darahnya yang terkena racun.”
Ia menanti sampal Cui Leng dengan jari-jari gemetar membuka bajunya, melepaskan kancing tiga buah dari bagian atas, kemudian menguak baju dalamnya yang juga berwarna merah.
Sehingga tampaklah dada bagian atasnya yang berkulit putih kemerahan dan di bawah pundak kanan itu tampak ujung gagang jarum yang beronce merah,” terhujam dalam-dalam di kulit dan daging.
“Aku sudah siap, Kongcu,” kata gadis itu perlahan. “Baik, sekarang minumlah dulu obat ini.” Suma Hoat menyerahkan cawan yang penuh arak obat kepada gadis itu yang segera menerima dan menenggaknya.
Gadis itu terbatuk. “Ughh-ughh….! Aihhh, obat ini rasanya harum dan manis akan tetapi keras sekali seperti arak yang sudah amat tua!” serunya sambil memandang arak dalam cawan yang berwarna merah.
“Memang obat itu dicampur dengan arak. Akan tetapi bukanlah obat sembarangan, Li-hiap. Sudah disimpan puluhan tahun lamanya, namun khasiatnya amat hebat. Jangan ragu-ragu minumlah!”
Cui Leng duduk di atas bangku pendek dan Suma, Hoat berlutut. Pemuda ini menggunakan kuku jari tangan yang agak panjang terpelihara seperti kuku sastrawan.
Menjepit ujung gagang jarum di antara kedua kukunya dan dengan gerakan tiba-tiba ia mencabut jarum itu. “Aihhh!” Cui Leng merintih karena luka itu terasa perih dan nyeri…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader