BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Seorang nenek kaki buntung dan seorang anggauta lengan buntung cepat menolongnya, memegang kedua lengannya menuntunnya memasuki kuil tua.
“Lepaskan aku….” Siauw Bwee berkata, kemudian dia duduk bersila di ruangan kuil, memejamkan matanya dan tidak bergerak-gerak.
Para anggauta kedua kaum itu mengerti bahwa Siauw Bwee sedang bersamadhi menghimpun tenaga dan hawa murni untuk mengobati luka-lukanya dan mengusir racun.
Maka Liok Ki Bok dan The Bian Le memberi isyarat kepada semua anak buahnya untuk meninggalkan Siauw Bwee.
Mereka pergi ke ruangan depan di mana mereka bercakap-cakap dari hati ke hati, merasa bersatu dan lenyaplah.
Rasa permusuhan di antara mereka setelah kedua pihak merasa yakin bahwa nona pendekar yang sakti itu sampai hampir mengorbankan nyawa karena permusuhan mereka dan dami untuk mendamaikan mereka!
Mereka tidak mau meninggalkan Siauw Bwee dan beberapa kali kedua orang ketua itu menjenguk dan pergi lagi ketika melihat Siauw Bwee masih tetap bersamadhi.
Malam tiba dan para anggauta kedua kaum itu menyalakan lampu dan membersihkan ruangan kuil tua yang dahulu menjadi tempat tinggal nenek moyang mereka yang saling bermusuhan.
Kini tampaklah suasana yang mengharukan di mana seorang kaki buntung dan seorang lengan buntung bekerja sama membersihkan lantai dan menyapu halaman kuil!
Bahkan kedua orang ketua mereka, dalam suasana yang ramah-tamah, saling membicarakan kedua ilmu mereka, membuka rahasia gerak kilat masing-masing!
Setelah malam tiba dan lampu penerangan dipasang, Siauw Bwee membuka matanya. Racun dari luka di pundak dan pahanya telah dapat ia usir bersih.
Akan tetapi tubuhnya menjadi lemah karena ia terlampau banyak mengerahkan tenaga untuk usaha pengusiran racun – racun berbahaya itu dan ketika ia bangkit, ia mengeluh dan terhuyung.
Kemudian dengan terpincang-pincang ia dipapah dua orang anggauta kaki buntung dan lengan buntung.
“Mana kedua ketua kalian?” tanyanya ketika ia dipapah keluar. Kedua orang kakek itu sudah menyambutnya dengan wajah berseri dan ketika melihat Siauw Bwee, mereka berdua lalu menjatuhkan diri berlutut di depan dara perkasa itu!
“Terima kasih kami haturkan kepada Li-hiap yang sudah menolong kami!” kata The Bian Le yang berlutut dan mengangkat sebelah tangannya ke depan dada sebagai tanda penghormatan.
“Terima kasih sekali, terutama karena Li-hiap telah berhasil mendamaikan kami. Kami telah bersumpah untuk mengubur semua dendam permusuhan dan mulai saat ini, kedua kaum kami bersatu sebagai saudara-saudara seperguruan,” kata Liong Ki Bok.
Bukan main girangnya hati Siauw Bwee. Tidak sia-sialah usahanya sekali ini, biarpun ditebusnya dengan bahaya maut yang mengancam nyawanya.
Ia girang karena mengingat betapa akan bahagianya rasa hati Kakek Lu Gak. Ia menoleh ke kanan kiri dan bertanya,
“Mana dia?”
Dua orang ketua itu saling pandang, “Siapakah yang Li-hiap cari?” tanya Liong Ki Bok.
“Hemmm, betapa kalian telah melupakan orang yang paling berjasa dalam usaha mendamaikan kalian! Mana Locianpwe Lu Gak?”….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader