BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Ataukah barangkali engkau ini pun seekor domba yang menyamar manusia?” Pemuda itu gelagapan, merasa kalah bicara maka ia membentak, “Kau siapa dan mau apa?”
“Aku adalah panglima Pasukan Maut ini!” jawab Maya dengan sikap keren.
Tiba-tiba penggembala domba yang muda itu melepaskan injakan kakinya sehingga Kwa-huciang mampu bernapas lagi dan Si Penggembala tertawa bergelak sampai tubuhnya berguncang-guncang dan mukanya memandang langit.
“Ha-ha-ha-ha! Panglimanya seorang bocah perempuan belasan tahun yang halus dan cantik! Pasukan macam apa ini? Pantas saja para perwiranya lebih lemah daripada domba!”
Kwa-huciang marah sekali. Dia sudah bangkit duduk dan kini ia bangun sambil membentak, “Penggembala kurang ajar! Apakah kau sudah bosan hidup berani menghina Li-ciangkun?”
Akan tetapi Maya menggoyang tangan berkata, “Kwa-huciang, kaumundurlah dan biar aku sendiri yang memberi hajaran kepada bocah nakal bau domba ini.
Hei, bocah! Engkau kira bahwa engkau sudah paling jempolan setelah mengalahkan beberapa orang perwiraku yang memang sudah kelelahan dan kehabisan tenaga. Coba kau melawan aku!
Lihat, aku akan tetap berdiri di sini, sedikit pun tidak akan memindahkan kedua kakiku. Kau boleh menyerangku, kalau sampai aku merobah kedudukan kedua kakiku, aku mengaku kalah padamu!”
“Kalau hanya mengaku kalah saja apa gunanya bagiku?” Pemuda itu membantah dan memandang Maya penuh selidik, seolah-olah ia dapat merasa bahwa biarpun hanya seorang wanita muda.
Panglima itu agaknya tidak boleh dibuat sembrono. Kalau tidak berkepandaian tinggi, mana mungkin bersikap demikian tekebur?
Kembali Maya tersenyum, “Eh, pecinta domba. Kalau sampai kau dapat merobah kedudukan kakiku, selain aku mengaku kalah.
Aku akan memerintahkan pasukanku mengambil jalan memutar dan akan kuganti harganya semua dombamu yang terluka atau hilang.
Akan tetapi bagaimana kalau kau tidak mampu merobah kedudukan kakiku malah kau akan roboh olehku kurang dari sepuluh jurus? Apa yang akan kaupertaruhkan?”
Mata yang lebar penuh kepolosan itu terbelalak. “Aku? Roboh dalam waktu kurang dari sepuluh jurus olehmu? Mana mungkin ini? Kalau sampai begitu, aku akan berlutut dan menyembah seratus kali kepadamu!”
“Kalau hanya disembah seratus kali oleh orang seperti kau saja apa gunanya bagiku?” Maya membalas bantahan pemuda penggembala itu.
Pemuda itu kembali merasa kalah bicara. Sudah jelas bahwa dalam hal silat lidah ia bukan tandingan gadis jelita yang perkasa itu.
“Habis, kau minta apa? Aku seorang miskin, hanya menjadi buruh menggembala domba bersama teman-temanku, gajinya sebulan dimakan dua puluh hari. Aku tidak punya apa-apa untuk dipertaruhkan!”
Maya mengangguk-angguk. “Engkau punya banyak sekali. Kepandaianmu, kegagahanmu, kekasaranmu, kejujuran, kesetiaan. He, penggembala domba yang gagah. Kalau dalam sepuluh jurus aku merobohkan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader