BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Pada saat menyanyikan bait terakhir, ujung tongkatnya yang tadinya dikempit ketika ia menggerakkan ujung satunya untuk menangkis tiga batang pedang.
Tiba-tiba mencuat melalui belakang ketiaknya dan langsung menyambar ke arah kaki Si Perwira kurus.
“Pletak!” Tulang kering kaki kanan Si Perwira Kurus dihajar ujung toya, retak den rasa nyeri menusuk ke tengah jantung.
“Ayaaaa….! Aduh-aduhhh….!” Perwira kurus itu berloncatan dengan sebelah kaki, pedangnya terlepas dan ia berjingkrak-jingkrak memegangi kaki yang rasanya patah-patah kena tongkat.
Yang terpukul tongkat adalah tulang kering kakinya, namun rasa nyeri menusuk-nusuk jantung.
“Ha-ha-ha! Kalau menangis jangan terlalu lebar membuka mulut, nanti kemasukkan lalat lagi!” Im-yang Seng-cu mengejek dan mendesak tiga orang pengeroyoknya.
“Im-yang Seng-cu, manusia sombong!” Tiba-tiba sebatang golok besar menyambar dari belakang.
“Syuuutt…., tranggg!” Im-yang Seng-cu mundur dan terkejut karena telapak tangannya tergetar ketika tongkatnya menangkis golok.
Kiranya Thai-lek Siauw-hud Ngo Kee yang menyerangnya. Orang gendut pendek ini ketika melihat betapa empat orang kawannya tidak mampu pengalahkan Im-yang Seng-cu.
Bahkan perwira kurus terluka, segera meninggalkan Gin Sim Hwesio karena tosu itu sendiri cukup untuk menghadapi Gin Sim Hwesio yang kini hanya dibantu oleh seorang murid.
Sedangkan lima orang muridnya telah roboh dan tewas. Tosu itu ternyata lihai sekali. Pedangnya menyambar-nyambar merupakan gulungan sinar putih.
Sehingga biarpun Gin Sim Hwesio sudah menggerakkan tongkat dan tasbihnya, dibantu pula oleh murid kepala, tetap saja kedua orang hwesio ini terdesak.
Betapapun juga, mereka berdua masih mampu mempertahankan diri, tidak seberat tadi ketika Thai-lek Siauw-hud masih membantu Si Tosu.
Adapun Im-yang Seng-cu, biarpun masih tertawa-tawa, namun dia kini bersilat dengan hati-hati sekali. Setelah para pengeroyoknya tinggal tiga orang, tadinya ia memandang ringan.
Akan tetapi begitu Si Gendut Pendek itu maju, dia terdesak dan maklumlah dia bahwa tingkat kepandaian Thai-lek Siauw-hud tidak kalah jauh olehnya.
“Thai-lek Siauw-hud, kematian sudah di depan mata, engkau masih banyak berlagak?” Im-yang Seng-cu masih mengejek.
“Hu-ha-ha! Bualanmu tidak akan menolongmu Im-yang Seng-cu! Sayang kau tidak pernah bersepatu sehingga kalau mati.
“Jangankan sorga, neraka pun tidak akan sudi menerima orang tak sopan, bertelanjang kaki!”
Im-yang Seng-cu tertawa dan diam-diam ia mendongkol karena sekarang, ia bertemu batunya.Ternyata Si Pendek itu pun suka tertawa dan suka berkelakar.
Ia lalu menjalankan siasatnya yang ia dapatkan ketika…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader