BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Tenanglah, Siocia, kalau kita tidak dapat menangkapnya, nanti hamba minta bantuan tukang kebun,” seorang di antara empat pelayan itu menghibur.
“Apakah tukang kebun dapat terbang? Mana bisa menangkap seekor burung? Aihhh, kalau Hongsiang (Kaisar) mengetahui, tentu tidak apa-apa.
Akan tetapi aku khawatir sekali terhadap kemarahan Hong-houw (Permaisuri), burung ini adalah kesayangannya.” Dara itu menangis lagi.
Han Ki merasa kasihan sekali. Belum pernah ia mengalami perasaan seperti ini. Mengapa, ia tiba-tiba merasa kasihan sekali kepada dara berpakaian jambon itu?
Padahal mengenalnya pun belum dan apa urusannya pun dia belum tahu. Hanya melihat dara itu berwajah demikian gelisah dan melihatnya menangis, hatinya seperti ditusuk-tusuk rasanya.
Ia memandang ke arah pohon dan tampaklah olehnya seekor burung kecil berwarna kuning yang indah sekali.
Ketika melihat sangkar kosong di dekat puteri itu tahulah dia bahwa Sang Puteri itu agaknya telah membikin burung tadi terlepas dan kini merasa bingung bagaimana akan dapat menangkapnya kembali.
Terdorong oleh rasa kasihan, Han Ki menjadi nekat lalu dia melompat keluar dan berkata, “Harap Siocia tidak khawatir, saya akan menangkap burung itu!”
Dara berpakaian jambon ini terbelalak dan menahan jeritnya, sedangkan empat orang pelayan itu pun menutup mulut saking kaget dan herannya.
Han Ki yang melihat sikap mereka, menjadi heran, hanya mengangkat pundak kemudian tubuhnya sudah mencelat naik ke atas pohon.
Burung itu terkejut dan terbang, akan tetapi Han Ki sudah mendorongkan telapak tangannya. Angin bertiup dari telapak tangannya dan burung itu tertahan terbangnya, lalu disambarnya dengan tangan kanan dan dibawanya melompat turun.
“Nah, ini dia, Siocia, sudah dapat saya tangkap, kembali.” Dara itu girang bukan main, lupa akan keheranannya melihat munculnya seorang pemuda tampan.
Dan seorang di antara pelayan lalu mengambil sangkar kosong dan tak lama kemudian burung itu sudah aman berada di dalam sangkar kembali.
Kini barulah lima orang wanita itu memandang Han Ki dengan bengong dan tiba-tiba wajah puteri itu menjadi merah sekali.
Lalu ia menunduk dan membuang muka karena ia melihat sinar kagum jelas sekali terpancar keluar dari pandang mata pemuda yang tampan itu.
“Eh, orang muda, apakah kau pandai terbang?” seorang di antara empat pelayan bertanya. “Apakah engkau tukang kebun baru?” tanya yang ke dua.
Tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah yang menunduk dari puteri itu Han Ki menggeleng kepala. “Aku tidak pandai terbang dan bukan tukang kebun.”
Kini puteri itu memutar tubuh dan memandang ke arah wajah Han Ki, penuh kemarahan dan bibir yang merah itu merekah, lalu terdengar suaranya yang bagi Han Ki seperti nyanyian bidadari.
“Kalau engkau bukan tukang kebun, bagaimana engkau bisa berada di sini?” Han Ki tak gentar menghadapi pandang mata para penjahat yang liar dan ….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader