BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Ia mengerti bahwa di dalam pemerintah Beng sendiri terjadi pemberontakan-pemberontakan, dan Peking telah terjatuh ke tangan pemberontak Lie Cu Seng yang menyerbu dari selatan.
Dengan cerdik Pangeran Dorgan menghubungi Bu Sam Kwi, panglima yang menjaga tapal batas utara, dan bersama Panglima Beng yang berkhianat ini menyerbulah bala tentara Mancu ke Peking.
Dan berhasil mengalahkan barisan pemberontak Lie Cu Seng. Lie Cu Seng sendiri melarikan dari Peking setelah merampok kota indah itu habis-habisan.
Akhirnya Bu Sam Kwi sadar bahwa ia telah memasukkan srigala ke tanah airnya, maka ia merasa menyesal dan membawa bala tentaranya mengungsi ke barat daya yaitu ke Se-cwan.
Di mana ia memperkuat kedudukannya dan menjadi raja yang berdaulat di situ, jauh dari kekuasaan dan pengaruh pemerintah Mancu yaitu Kerajaan Ceng-tiauw.
Pangeran Dorgan melanjutkan penyerbuannya ke selatan dan di bawah pinnpinan pangeran inilah bala tentara Mancu berhasil terus menduduki Nan-king dan wilayah bagian selatan.
Pangeran Dorgan yang amat cerdik itu pandai mengambil hati para pembesar dan hartawan di selatan, mengumumkan tidak akan mengganggu mereka asal mereka suka bekerja sama.
Tentu saja ada terjadi kekecualian, yaitu mereka yang tidak mau bekerja sama tentu dirampok habis dan dibasmi keluarganya.
Ada pula terjadi hal-hal seperti yang menimpa Keluarga Sie di Kam-chi itu, dan pelaporan ke atas tentu berbunyi sama, yaitu bahwa keluarga itu tidak mau bekerja sama sehingga terpaksa dibasmi!
Demikianlah, cerita ini dimulai pada tahun 1645, dimulai dengan lembaran hitam dan sebagai contoh dari sekian banyaknya peristiwa keji dan terkutuk, diceritakan kemalangan yang menimpa Keluarga Sie.
Beberapa bulan kemudian setelah terjadinya peristiwa terkutuk di Kam-chi itu, tampak seorang anak laki-laki berpakaian penuh tambalan berjalan seorang diri memasuki kota Tiong-kwan di lembah Sungai Huang-ho.
Kota ini telah lebih dulu ditaklukkan oleh tentara Mancu sehingga kini keadaan di situ sudah tampak aman dan tenteram. Rakyat sudah mulai bekerja lagi seperti biasa.
Seolah-olah tidak pernah terjadi perang, seolah-olah rakyat tidak peduli siapa yang berkuasa, siapa yang menjadi raja dan bangsa apa yang menjajah mereka!
Anak kecil itu berusia sepuluh tahun lebih, berjalan melenggang seenaknya dan di pundaknya tergantung sebuah keranjang yang terisi beberapa buah roti kering dari gandum.
Dia bukan lain adalah Sie Han, atau Han Han. Kalau ada orang Kam-chi yang bertemu dengannya, tentu tidak akan dapat mengenalnya sebagai bekas putera sastrawan Sie Bun An.
Bukan hanya pakaiannya yang penuh tambalan dan kakinya yang telanjang serta kulit kaki tangannya yang kotor itu yang membuat orang pangling, namun memang……..BERSAMBUNG