BEBASBARU.ID, DUNIA ISLAM – Naik Haji adalah rukun Islam ke 5 dan diwajibkan hanya bagi Umat Islam yang mampu, yakni mampu fisik dan mampu secara ekonomi.
Naik haji ke Makkah bukanlah perkara main-main, dulu banyak yang beranggapan ke Makkah dan Madinah, padahal ke Madinah hanya untuk ziarah ke makam manusia yang maha mulia Nabi Muhammad SAW di Mesjid Nabawi.
“Wukuf adalah puncak haji dan tak bisa di wakilkan, kalau tidak wukuf, maka dapat di pastikan yang bersangkutan gagal berhaji dan harus ngulang lagi di tahun depan atau tahun-tahun berikutnya,” ungkap H Masruddin, Pemred BEBASBARU.ID, yang berhaji Tahun 2015 silam.
Setelah Wukuf, yang waktunya dimulai sejak matahari bergeser ke Barat (setelah Juhur) hingga sore/matahari mulai terbenam, setelahnya semua jemaah calon haji sah menambah gelar haji dan hajjah.
Wukuf adalah kegiatan berdiam diri, berdoa, dan berdzikir di Padang Arafah.
Menurut pria yang akrab di sapa H MRD, saat wukuf dan bermalam di Muzdalifah setelah wukuf, banyak jemaah yang rentan ambruk alias pingsan dan jatuh sakit sakit.
“Saya masih ingat ketika dari Mina untuk mabit atau bermalam di Muzdalifah, cuaca di sana sangat panas, berjejal dan pastinya butuh kesabaran. Sebab semua jemaah haji kumpul di sana tanpa kecuali, sebelum balik ke Mina dan melakukan jumrah atau melontar batu kerikil,” ungkap H MRD.
H MRD menuturkan, saat berhaji 2015 silam, ada beberapa orang yang pingsan di sana. Saking tak kuatnya menahan panas dan berjejal saat mabit.
“Kuncinya hanya satu, banyak-banyak beristigfhar dan minta ampun pada Allah SWT, Inshaa Allah semua kesulitan akan mudah kita lewati. Jujur saya saja kangen ingin berhaji lagi,” kata H MRD blak-blakan.
Tahun 2015 memang terjadi insiden yang tak di sangka-sangka, yakni robohnya crane dan tragedi terowongan Mina yang menelan ribuan korban jiwa para jamaah haji.
“Mereka sangat beruntung, setelah berhaji dan bersih dari dosa, Allah SWT memanggil mereka dengan cara yang indah, yakni mati syahid di terowongan Mina,” kenang H MRD.
Insiden itu terjadi akibat para jemaah saling bertemu di dalam terowongan tersebut, sedangkan dari luar terowongan ribuan jamaah berdesakan ingin masuk, sehingga terjadilah tragedi memilukan tersebut.
“Jemaah asal Indonesia yang jadi korban, kebanyakan tak sabaran dan abai dengan peringatan petugas haji. Sebab saat melontar jumrah, jadwalnya sudah di bagi dengan jemaah haji dari negara lain. Tapi karena tak sabaran ingin lepas baju ihram, akhirnya menjadi korban tragedi tersebut,” kenang H MRD.
H MRD juga mengungkapkan, apa yang ada di hati memang benar kejadian di sana.
“Saya pernah nyasar, gara-gara sebut Makkah mirip Jakarta dan hilang sendal hingga 3X gara-gara terlalu sayang dengan sandal itu,” H MRD lagi tertawa ingat kejadian tersebut.***