BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Siauw Bwee kini tidak bersandiwara lagi karena memang dia bicara dari lubuk hatinya.
Kalau sekali ini dia gagal mengajak pergi Han Ki dan tidak berhasil mengobati suhengnya itu berarti dia akan kehilangan Han Ki untuk selamanya dan kalau sudah begitu, apa artinya hidup ini baginya lagi?
“Kam-siauwte, biarkan aku membunuhnya. Apakah engkau akan mengkhianati aku?” “Bu-loheng, maafkan aku. Gadis ini tidak waras, biarlah aku membawanya pergi dulu, kelak aku mohon maaf kepadamu!”
Setelah berkata demikian, Han Ki memegang lengan Siauw Bwee dan membawanya meloncat jauh dari tempat itu.
“Siauwte, tahan….!” Bu-koksu berseru marah dan mengejar bersama pasukannya, namun Han Ki sudah pergi jauh.
Setelah pemuda ini mengerahkan gin-kangnya, mana ada yang mampu mengejarnya? Apalagi, Siauw Bwee yang sama sekali tidak terluka itu pun sudah mengerahkan gin-kangnya.
Sehingga dia tidak menghalangi gerakan suhengnya. Setelah mereka pergi jauh, Han Ki berhenti dan menoleh kepada Siauw Bwee, mengomel.
“Engkau sungguh membikin aku kehilangan muka dan menjadi serba salah. Apa sih maksudmu bersikap seperti ini? Apakah engkau ingin merusak nama baikku? Dan mengapa pula segala sandiwara ini?
Aku tahu bahwa kalau kauhendaki, Bu-koksu sendiri tidak akan mampu membunuhmu!” Siauw Bwee kagum bukan main.
Biarpun ingatannya hilang, suhengnya ternyata amat lihai dan pandang matanya masih amat tajam sehingga dapat melihat permainan sandiwaranya tadi.
Dia harus berhati-hati, kalau tidak, suhengnya tentu tidak akan mau ikut bersama dia. “Sudah kukatakan kepadamu, aku cinta padamu dan melihat engkau sakit hebat, aku berusaha mengajakmu kepada supekku untuk diobati.”
“Kau gila! Aku tidak sakit, aku sehat!” Han Ki menggerak-gerakkan kaki tangannya memperlihatkan bahwa dia benar-benar sehat.
“Bukan badanmu yang sakit, melainkan ingatanmu. Tahukah engkau, siapa sebenarnya engkau ini?”
“Tentu saja aku tahu! Aku Kam Han Ki, aku pengawal pertama dari Bu-koksu yang telah melepas budi besar kepadaku dan mengangkat aku sebagai adiknya.”
“Hemm, Kam-suheng. Dia itu adalah musuh besar yang hendak mencelakakanmu!” “Gadis muda, jangan kau bicara sembarangan.
Bu-loheng adalah Bu Kok Tai, Koksu negara yang berjiwa pahlawan, seorang gagah perkasa yang amat baik, dan aku berhutang budi kepadanya.”
“Baiklah…. baiklah…., akan tetapi, ingatkah engkau siapa ayah bundamu? Ingatkah engkau siapa gurumu? Di mana kau belajar ilmu silat? Ingatkah engkau semua itu?”
Kam Han Ki mengerutkan alisnya, mengingat-ingat dan akhirnya dia menghela napas. “Aku tidak ingat lagi, akan tetapi apa hubungannya hal itu dengan Bu-loheng dan engkau?
Kenyataannya, dia amat baik kepadaku sedangkan engkau…. aku sama sekali tidak mengenalmu, hanya tahu bahwa engkau seorang gadis muda yang amat lihai dan yang selalu mendatangkan kekacauan dan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader