BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Tentu itu pondok ketua orang lembah. Ia pikir lebih baik menemui ketuanya.
Untuk bicara secara terbuka mengenai hal ini dan minta kepada Si Ketua untuk membebaskan Ouw-pangcu yang dia masih belum temukan ditawan di mana.
Kalau ketua lembah menolak, dia akan memaksanya! Ia pikir bahwa jika dia dapat menawan ketua lembah, tentu dia akan memaksanya.
Menghentikan perlawanan anak buahnya, memaksanya membebaskan Ouw-pangcu. Akan tetapi, ketika ia tiba di depan pondok, dia segera dikepung oleh belasan orang penderita kusta.
Siauw Bwee merasa ngeri sekali dan jijik bukan main menyaksikan keadaan para pengeroyoknya. Juga dia tidak sampai hati kalau harus membunuh orang yang tidak karuan bentuk tubuhnya ini.
Maka dia hanya mempergunakan kelincahannya untuk mengelak dan hanya kalau terpaksa saja dia menggunakan pedangnya mendesak mundur mereka.
Dia takut kalau-kalau dia akan bersentuhan dengan mereka dan takut kalau ketularan! Karena rasa jijik, rasa kasihan dan keraguannya ini.
Maka Siauw Bwee tidak dapat segera membebaskan diri dari kepungan. Kiranya yang mengepungnya kali ini adalah pembantu-pembantu ketua yang memiliki tingkat kepandaian lebih tinggi daripada anggauta biasa.
“Lihiap, tahan mereka!” tiba-tiba terdengar suara bentakan dan kiranya Coa Leng Bu sudah muncul di tempat itu.
Dia pun disambut serangan oleh empat orang penderita kusta. Seorang di antara mereka menggerakkan sebatang cambuk panjang.
Cambuk itu mengeluarkan suara meledak, bagaikan seekor ular hitam yang panjang tahu-tahu telah melibat leher kakek itu. Kalian manusia-manusia gila!” Coa Leng Bu membentak.
Menangkap cambuk dan mengerahkan tenaga membetot. Orang yang memegang cambuk berteriak kaget, tubuhnya terbawa oleh sentakan itu dan terbanting ke atas tanah.
Begitu terbanting, tulang-tulangnya yang rapuh tak dapat bertahan maka dengan mengeluarkan suara berkeretek mengerikan.
Lengan kanannya putus, sambungan pundaknya terlepas dan lengan itu terpisah dari tubuhnya, tangan kanannya masih mencengkeram gagang cambuk!
Coa Leng Bu menendang lengan itu dan kini cambuk itu berada di tangannya. Dia memutar cambuk, merobohkan tiga pengeroyok lain lalu ia berlari memasuki pondok.
Siauw Bwee merasa ngeri dan jijik sekali menyaksikan peristiwa itu. Ia lalu meloncat tinggi melampaui kepala para pengeroyoknya dan berlari cepat.
Memasuki pondok mengejar Coa Leng Bu. Ketika dia dapat menyusul kakek tukang obat itu, mereka menuruni anak-anak tangga di sebelah dalam pondok.
Dan tampaklah oleh mereka pemandangan yang amat aneh. Ketua orang lembah berbaring di atas dipan, memegangi sebatang bambu berbentuk suling dengan tempat tembakau di ujungnya.
Kiranya kakek ketua lembah yang keadaannya mengerikan itu sedang menghisap madat! Bau yang tidak enak menyambut hidung Siauw Bwee, membuat dara ini berbangkis, muak dan hendak muntah.
Ketua lembah itu sudah tua sekali, rambutnya jarang dan kepalanya botak, matanya cacat karena pelupuk matanya habis dimakan kusta.
Hidungnya tidak berdaging lagi, hanya tampak dua lubang hitam, bibirnya pletat-pletot. Tubuhnya yang tidak berbaju.
Hanya bercelana hitam itu kelihatan kurus kering dan tangan kirinya yang membantu lengan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader