BEBASBARU.ID, GOSIP – Wajah koruptor bin garong kakap Helena Lim dan Harvey Moeis terlihat bersih, bahkan wajah suami artis Sandra Dewi terlihat tenang dan mulus.
Bandingkan dengan wajah dua maling motor yang babak bundas di hajar massa dan ada kemungkinan bakal bertambah lagi saat masuk sel polisi.
Padahal kelakuan garong kakap Helena Lim dan Harvey Moeis benar-benar bikin geram seluruh warga Indonesia, keduanya dengan berdarah dingin rampok kekayaan alam milik negeri ini.
Kedua warga keturunan Cina ini menambah daftar garong-garong kakap yang selama ini bikin negeri ini tak maju-maju, akibat kelakuan bangsat yang mereka lakukan.
Bahkan pengamat hukum sebut, selain dua orang ini di tambah 14 orang lainnya yang terlibat, kalau aparat hukum tak tebang pilih, pelakunya bisa bertambah hingga 2X lipatnya.
Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, menduga, jumlah tersangka kasus korupsi timah akan terus bertambah jika dilakukan pengembangan.
Ia memperkirakan, jumlah tersangka bisa mencapai 2-3 kali lipat dari yang sudah ditetapkan saat ini seandainya kasus tersebut diusut lewat dugaan TPPU.
“Kalau dikejarnya pakai TPPU, itu nanti bisa menghasilkan mungkin dua kali lipat tersangka yang ada sekarang ini. Bisa jadi tiga kali lipat juga,” kata Yenti dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (29/3/2024).
Menurut Yenti, bukan tidak mungkin uang garong para tersangka dalam kasus ini mengalir ke orang-orang terdekat mereka, seperti suami atau istri.
Oleh karenanya, ke depan mestinya dilakukan pengembangan atas kasus ini, dikaitkan dengan dugaan TPPU.
“Kita harus lihat, istrinya ini menerima, menikmati, difasilitasi tidak hidupnya dengan hasil kejahatan yang diterima oleh suaminya itu,” ujar Yenti.
Yenti pun meyakini bahwa ada pihak yang melindungi para tersangka kasus korupsi timah.
Apalagi, kasus yang baru-baru ini diungkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu bergulir cukup panjang, terhitung sejak 2015 sampai 2022.
Ia mempertanyakan pengawasan negara terhadap praktik-praktik ilegal seperti penambangan liar ini.
Yenti curiga ada kongkalikong antara penambang liar dengan pihak yang mestinya bertindak sebagai pengawas.
“Penambangan liar itu kan bisa dilihat dengan mata dan tidak mungkin sendiri, banyak orang. Apakah hanya orang-orang ini saja yang kemudian leluasa bertahun-tahun melakukan kejahatan di lapangan penambangan timah dan sampai tidak ketahuan?” kata Yenti.
“Ini siapa yang melindungi? Pasti ada orang-orang kuat yang melindungi, siapa ini juga belum terungkap,” tuturnya.
Berkaca dari kasus ini, menurut Yenti, harus dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan negara.
Ia juga mendorong Kejaksaan Agung untuk mencermati perusahaan-perusahaan boneka atau cangkang yang dibuat dalam kejahatan ini.***