BEBASBARU.ID, OPINI – Tabalong sejatinya adalah kawasan pertanian dan perkebunan, namun sejak batubara di gali gila-gilaan, pergeseran terjadi. Kepala Daerah lebih prioritaskan tambang batubara ini daripada pertanian-perkebunan.
Ini ironis sekali, padahal sejak kabupaten ini berdiri 59 tahun silam, Tabalong adalah daerah pertanian dan perkebunan yang subur!
Kabupaten adalah satu dari 13 kabupaten/kota yang berada di provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten dengan luas wilayah 3.946,00 km² atau 394.600 ha.
Serta berpenduduk sebanyak 253.000 jiwa lebih ini menyimpan potensi ekonomi pertanian yang sangat potensial.
Menurut data statistik 45% penduduk kabupaten paling utara Kalsel ini bekerja di sektor pertanian secara luas, tetapi volume distribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabalong tak pernah meningkat.
Baik ketika kontribusi pertambangan dan penggalian meninggi (58,06% tahun 2022) atau menurun (57,09% tahun 2023 peran/sumbangannya pada PDRB).
Data empat tahun terakhir menunjukkan PDRB sektor pertanian terus menurun. Tahun 2020 misalnya distribusi pertanian pada PDRB 11,05%, kemudian tahun 2021 10,46% dan tahun 2022 7,73%, serta tahun 2023 7,71%.
Penurunan ini menunjukkan pelemahan volume pada sumber pendapatan primer masyarakat Tabalong.
Disadari bahwa sektor pertanian ini merupakan penyumbang terbesar kedua setelah pertambangan dan penggalian terhadap perekonomian Tabalong.
Kondisi ini menunjukkan kebijakkan Pemerintah Daerah kurang memihak sektor pertanian. Belanja modal APBD tidak menjadikan sektor pertanian sebagai kebijakkan strategis.
Untuk menyambut potensi pasar baru bagi petani masyarakat Tabalong. Jika kebijakan pemerintah daerah tidak berubah, maka Tabalong hanya akan jadi penonton di gerbang IKN.
Pemerintah Kabupaten Tabalong dituntut mampu melakukan revolusi pertanian, sektor Industri pengolahan, Koperasi dan UMKM agar mampu mendorong nilai tambah pertanian.
Penanganannya harus dilakukan dari hulu ke hilir. Peningkatan SDM, penggunaan alat teknologi pertanian, membuka lahan baru.
Penerapan bibit unggul yang menguntungkan, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang murah dan baik, penanganan hama, pembinaan petani berkelanjutan dengan sekolah lapang, dan tumpang sari yang tepat.
Revolusi pertanian harus berwujud konkrit, adanya kemauan politik (political will) bersama eksekutif dan legislatif. Pemerintah dapat memulainya dari porsi belanja modal yang selama ini lebih banyak membenahi perkotaan.
Tidak hanya itu porsi APBD kita saat ini tidak mencerminkan keadilan untuk masyarakat pertanian. Belanja APBD Tabalong dihabiskan untuk belanja operasional. Itu sebab PDRB volume sektor pertanian menjadi tidak pernah meningkat.
Sejalan dengan itu, peningkatan kemampuan penyuluh pertanian lapangan dengan rewards, dalam tugasnya dalam melakukan pembimbingan, penanganan pasca panen, varian produk olahan dan akses modal dengan bunga yang rendah.
Jika panen melimpah petani mendapatkan harga yang pantas, sistem kemitraan/bapak angkat, setengah pabrik/pabrik, hingga hilirisasi/pasar termasuk online.
Dengan demikian masyarakat dapat menaruh harapan pada pemerintah adanya peningkatan pendapatan para petani. Pada akhirnya petani berjaya, sejahtera.
Hal paling penting hal ini bisa mentriger generasi Z melirik dan mencintai pertanian, sebab menjadi sektor usaha yang dapat menjanjikan kesejahteraan.
Pada akhirnya revolusi pertanian dapat menjawab apapun persoalan tentang IPM. Revolusi pertanian akan memberi efek kesejahteraan, harapan hidup dan kesehatan, SDM dan lama sekolah yang melampaui sekadar 12 tahun.
Jika revolusi ini dilakukan, kita semakin percaya diri dengan semakin meningkatnya kemandirian fiskal daerah, guna melanjutkan pembangunan Tabalong secara berkelanjutan dan tidak begitu tergantung pada hasil tambang.***

(Penulis: Ir. H. Syaiful Bakhri, Pensiunan PNS, Ketua PII Cabang Tabalong 2020-2023)