BEBASBARU.ID, BANJARBARU – Pilwakot atau Pilkada di Kalsel khususnya di Banjarbaru benar-benar bikin semua orang geleng-geleng kepala.
Bagaimana tidak, dari lebih 400 an TPS, pasangan tunggal Lisa-Wartono menurut info, hanya menang 16 TPS saja, ini tentu sangat ironis dan waga tuding penuh manipulasi!
Ini tentu sangat mencengangkan, lantaran pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Erna Lisa Halaby-Wartono, bisa jadi menang 100 persen.
Hal ini terjadi karena Lisa-Wartono, tidak punya lawan sama sekali, bahkan kotak kosong. Mengapa tak ada lawan? Awalnya, Lisa-Wartono punya lawan, yakni paslon nomor urut 2 Aditya Mufti-Said Abdullah.
Namun demikian, paslon itu didiskualifikasi melalui rekomendasi Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Selatan.
Sementara itu, surat suara sudah telanjur dicetak tanpa opsi kotak kosong. Pencoblosan pun harus tetap dijalankan pada 27 November, dikutip BEBASBARU.ID dari kompas, Sabtu (30/11/2024) .
Pemilih yang tidak menginginkan Lisa-Wartono tidak memiliki pilihan lain. Dikutip Tribunnews, menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru, berdasarkan penghitungan formulir C.
Hasil per Jumat (29/11/2024), suara tidak sah mencapai 78.322 lembar dan mendominasi di lebih dari 400 TPS. Sementara itu, suara Lisa-Wartono mencapai 36.165 suara, yang berarti ini adalah jumlah suara sah.
Munculnya surat kaleng di TPS Tak ada opsi mencoblos kotak kosong, kemudian setiap mencoblos Aditya-Said dianggap tak sah karena didiskualifikasi memicu kekecewaan di kalangan pemilih.
Mereka pun menyelipkan “surat kaleng” di surat suara mereka. Di TPS 01 Bangkal, petugas KPPS menemukan kertas suara yang dicoret-coret dengan tulisan “KPU Mafia” dan “Masyarakat Berhak Memilih”.
Di TPS lain, ada surat bertuliskan, “Rusak demokrasi Banjarbaru dengan cara yang baru ini”.
Bagaimana aturannya?
Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024 yang menjadi pedoman teknis pemungutan dan penghitungan suara Pilkada Serentak 2024, mengatur bahwa suara yang diberikan kepada pasangan calon yang telah didiskualifikasi.
Dianggap suara tidak sah. Masalahnya, dalam Pasal 54C UU Pilkada, diskualifikasi pasangan calon yang membuat pilkada menyisakan satu pasangan calon saja harus diselenggarakan dengan mekanisme kotak kosong.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik mengaku telah meminta KPU setempat untuk melakukan kajian hukum terkait situasi ini.
Sementara itu, Koordinator Divisi Perencanaan, Keuangan, Umum, Rumah Tangga, dan Logistik KPU RI Yulianto Sudrajat menegaskan, rekomendasi pembatalan Aditya-Said terbit pada 31 Oktober.
30 hari sebelum pemungutan suara pada 27 November. “Maka tentu sudah tidak memiliki ruang waktu untuk proses pencetakan surat suara. Intinya begitu,” ujar dia dalam jumpa pers, Jumat (29/11/2024).
Seharusnya ada terobosan Kejadian ini merupakan peristiwa kali pertama dalam sejarah pilkada langsung di Indonesia.
Eks komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay, menganggap fenomena ini mencerminkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu tidak mampu menghargai nilai suara warga pemilih.
“Seharusnya penyelenggara mampu membuat terobosan, memaknai bahwa pilihan terhadap pasangan calon yang didiskualifikasi sebagai penolakan terhadap paslon yang menjadi paslon tunggal,” kata Hadar, Jumat (29/11/2024).
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, berpandangan bahwa kompleksitas dan ketidakpastian hukum ini sebenarnya dapat dicegah bila sejak awal KPU merujuk logika hukum UU Pilkada.
KPU Banjarbaru, menurut dia, semestinya bisa saja menunda pemungutan suara dan kemudian menyelenggarakan pemungutan suara lanjutan dengan menyediakan opsi kotak kosong.
“Secara fundamental apa yang terjadi di Banjarbaru merupakan pelanggaran fundamental terhadap asas pilkada yang jujur, adil, dan demokratis. Atas apa yang terjadi di sana, jika dibiarkan, maka Pilkada Banjarbaru adalah inkonstitusional,” ungkap Titi.
Apa yang bisa dilakukan? Menurut Titi, ada beberapa langkah hukum yang dapat dilakukan ketika menemui fenomena seperti ini.
Pertama, melaporkan hal ini ke Bawaslu RI sebagai dugaan pelanggaran administrasi pilkada, dengan tujuan supaya Bawaslu RI menerbitkan rekomendasi pemungutan suara ulang dengan mekanisme kotak kosong.
“Tidak kepada Bawaslu Kalsel mengingat karut marut ini juga bermula dari Putusan Bawaslu Kalsel yang dalam pengawasannya tidak mengambil langkah apa pun untuk mengingatkan KPU,” terang Titi.
Kedua, paslon yang didiskualifikasi dan pemantau pilkada terakreditasi di Pilkada Banjarbaru bisa mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah pengumuman hasil pilkada.
“Saya meyakini kalau permohonan sengketa hasil tersebut dilayangkan, pasti akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi,” lanjutnya.
Aditya-Said didiskualifikasi Karena Peran H Isam?
Aditya merupakan Wali Kota Banjarbaru saat ini. Yang melaporkannya ke Bawaslu Kalsel adalah Wartono, yang notabene wakilnya sendiri, dengan dugaan Aditya melanggar Pasal 71 ayat (3) dan (5) UU Pilkada.
Bawaslu menyatakan, dua alat bukti terpenuhi untuk membuktikan bahwa Aditya selaku petahana “menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
Aditya-Said diusung PPP, Partai Ummat, dan Partai Buruh. Keduanya sempat dijegal agar tak memenuhi syarat minimum pencalonan setelah PKB menyeberang ke kubu Lisa yang disokong koalisi gendut berisi Gerindra, Golkar, PDIP, PAN, Demokrat, Nasdem, PKS, Gelora, PSI, Perindo, PBB, dan Garuda.
Aditya-Said akhirnya bisa maju setelah MK dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 melonggarkan syarat minimum pencalonan.
Sejumlah media melaporkan bahwa kubu Lisa mengantongi dukungan dari Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam, konglomerat tambang asal Batulicin, Kalsel, untuk maju Pilkada Serentak 2024.***