BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Mutiara Hitam seakan belum terima dengan kematian saudara kembara, Raja Talibu yang dibunuh prajurit Mongol.
Tang Hauw Lam yang amat bijaksana dan amat mencinta isterinya, maklum sepenuhnya betapa sikap isterinya berubah banyak sekali semenjak menerima berita kematian Raja Khitan.
Isterinya sekarang pemarah sekali, bahkan kedua orang muridnya menjadi takut karena sering dibentak dan ditampar.
Pula sering kali termenung-menung dan melihat matanya yang membengkak, tahulah dia bahwa sering kali isterinya itu secara sembunyi-sembunyi suka menangis.
Pada suatu hari, selagi mereka beristirahat di atas lereng dan mereka membiarkan dua orang murid bermain-main di padang rumput, Tang Hauw Lam tak dapat menahan lagi tekanan batinnya. Ia duduk mendampingi isterinya dan berkata lirih.
“Kwi Lan Isteriku. Engkau kenapakah?”
Kwi Lan yang seperti orang termenung itu, menoleh kepada suaminya dan berkata singkat, “Tidak apa-apa.”
Hauw Lam menghela napas, kemudian berkata halus dan lirih. “Kita telah menjadi suami isteri selama belasan tahun.
Setiap hari kita berkumpul sehingga aku mengenal engkau seperti mengenal tubuhku sendiri, Kwi Lan. Aku melihat perubahan hebat terjadi atas dirimu.
Engkau membiarkan Nila Dewi dan Mahendra membunuh dua orang anak kecil, kemudian saling bunuh sendiri. Engkau hampir saja membunuh Raja Yucen, kulihat dari getaran tanganmu.
Baru hal itu tidak terjadi setelah engkau mendengar bahwa pembunuh Raja dan Ratu Khitan bukanlah bangsa Yucen, melainkan bangsa Mongol. Aihh, Kwi Lan.
Engkau tertekan kedukaan hebat atas kematian kakak kembarmu, bukan? Kedukaan yang membuat engkau menjadi dingin, tak pedulian, kejam….“
Tiba-tiba Mutiara Hitam, wanita sakti yang hatinya sekeras baja itu, menubruk suaminya, merangkul dan menangis tersedu-sedu. “Aduhhh, Lam-ko… apakah yang harus kulakukan, Lam-ko….? Aihh…. l”
Tang Hauw Lam memeluk isterinya penuh kasih sayang dan membiarkan isterinya menangis sepuasnya untuk memberi jalan keluar pelepasan kedukaan hatinya. Kemudian ia berkata.
“Isteriku, kalau tidak salah dugaanku, engkau tentu menaruh dendam benar di hatimu atas kematian Raja Talibu di tangan prajurit mongol, bukan?”
Kembali Mutiara Hitam memandang suaminya dengan muka basah air mata, sejenak sepasang matanya memandang penuh selidik.
Akan tetapi ketika ia melihat betapa suaminya memandang kepadanya penuh pengertian, ia tersedu dan menundukkan mukanya.
“Dugaanmu benar, Suamiku. Kalau aku tidak bisa membalas dendam ini, hidupku takkan dapat tenang lagi. Aku bisa menjadi gila dikejar-kejar dendaml Aku…, aku harus membalas dendam lnl, aku harus membunuh Raja Mongoll”
Tang Hauw Lam menarik napas, kemudian berkata suaranya penuh kedukaan. “Aku mengerti, Isteriku. Biarpun keputusan hatimu Ini sebenarnya jeliru, namun tidak berani aku melarangmu karena aku tahu betul apa yang terjadi dalam hatimu.”
Mutiara Hitam merangkul suaminya. “Aihhh, Lam-ko… selamanya engkau begini penuh pengertian terhadap aku, penuh kasih sayang dan penuh kesabaran. Aku… aku memang selalu salah… ahhh, lam-ko… akan….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader