BEBASBARU.ID, KRIMINAL – Polisi agaknya harus ekstra keras untuk mengungkap misteri kematian si dosen cantik Dwinanda Linchia Levi, yang tewas tanpa busana di sebuah hotel.
Kematian dosen Levi ini justru terjadi di mana salah satu perwira polisinya ada di dekat sang mendiang Dosen Levi.
Tanda tanya yang berlapis-lapis terjadi, pengakuan AKBP Basuki mengenai rentetan aktivitasnya bersama dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Dwinanda Linchia Levi, akhirnya muncul ke permukaan.
Kisah yang sebelumnya hanya beredar sebagai potongan rumor kini mulai terangkai, meski tetap menyisakan kabut misteri.
Di tengah opini publik yang kian memanas, Basuki menegaskan dirinya tidak memiliki hubungan asmara dengan Levi dan menyebut kedekatan itu semata-mata tumbuh dari rasa iba.
Rangkaian peristiwa yang dilakukan AKBP Basuki menjelang kematian Levi dosen berusia 35 tahun yang kemudian ditemukan tak bernyawa tanpa busana di sebuah hotel kawasan Gajahmungkur pelan-pelan terungkap.
Pengakuan itu hadir di tengah perhatian publik yang semakin mengarah pada hubungan keduanya, terutama setelah beberapa pihak.
Termasuk mahasiswa dan keluarga Levi, memberi kesaksian mengenai kedekatan yang tak biasa.
Kematian Levi pada Senin, 17 November 2025, meninggalkan banyak pertanyaan yang menggantung. Tubuhnya ditemukan dalam posisi terlentang, tanpa sehelai benang pun, di kamar 210 hotel.
Di lokasi yang sama, AKBP Basuki sedang berada di dalam kamar bersama jasad Levi saat para petugas tiba.
Tubuh sang dosen disebut memperlihatkan bercak darah dari hidung, mulut, dan area intim detail yang semakin memantik spekulasi.
Namun, di tengah kabar simpang siur itu, Basuki menyuarakan versi lain.
Ia menolak anggapan adanya hubungan asmara dan mengatakan pertemanan mereka hanya berawal dari empatinya setelah Levi kehilangan kedua orang tua.
Ia bahkan mengaku pernah memberikan bantuan finansial untuk memuluskan langkah Levi menuju wisuda doktoral.
Basuki mengungkap bahwa kondisi kesehatan Levi telah memburuk sejak sehari sebelum ia ditemukan meninggal.
Menurut pengakuannya, Levi mengalami muntah-muntah pada Minggu sore, sehingga ia memutuskan mengantar perempuan itu ke rumah sakit untuk pemeriksaan.
“Terakhir saya melihat dia masih memakai kaus biru-kuning dan celana training,” ujar Basuki mengisahkan kembali momen terakhir yang ia ingat.
Ia mengaku terpukul saat mendapati Levi dalam keadaan tak bernyawa keesokan paginya, tanpa busana, dan meyakini kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh reaksi tubuh menjelang kematian.
Di sisi lain, perhatian juga tertuju pada kemampuan finansial Basuki. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun periodik 2024, ia hanya memiliki total kekayaan sebesar Rp94 juta.
Harta tersebut mencakup satu sepeda motor senilai Rp14 juta dan aset berupa kas serta setara kas sekitar Rp80 juta.
Ia tidak memiliki tanah, bangunan, ataupun aset berharga lainnya.
Dengan jumlah kekayaan yang relatif terbatas itu, muncul keraguan besar mengenai kemampuannya membiayai pendidikan doktoral Levi, yang diketahui merupakan lulusan Program S3 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip).
Dilansir BEBASBARU.ID dari wartakota, biaya kuliah S3 di fakultas tersebut berada di kisaran Rp10 juta ke atas untuk setiap semester, hanya untuk biaya SPP.
Mengacu pada rincian biaya resmi Undip, terdapat dua jenis kelas: by course dan by research.
Jika Levi mengambil kelas by course, estimasi biaya hingga ia lulus selama empat tahun (2015–2019) mencapai Rp119,5 juta.
Sementara jika ia memilih kelas by research, total biaya dapat membengkak hingga Rp164,5 juta.
Hitungan ini bahkan mengacu pada tarif tahun ajaran 2024/2025, sehingga besar kemungkinan biaya pendidikan Levi beberapa tahun sebelumnya lebih rendah ataupun sedikit lebih tinggi.
Meski demikian, perbandingan itu tetap memunculkan pertanyaan: mungkinkah Basuki benar-benar membiayai seluruh perjalanan akademik Levi dengan kekayaan yang ia laporkan?
Gelombang Kasus yang Kian Menggulung
Arah kasus yang melibatkan AKBP Basuki semakin tak terbendung ketika Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jawa Tengah akhirnya mengambil langkah tegas.
Pada 19 November 2025, keputusan resmi dijatuhkan: Basuki ditempatkan dalam penahanan khusus selama 20 hari, yang akan berlangsung hingga 8 Desember 2025.
Langkah ini menandai titik penting dalam upaya menyingkap rentetan peristiwa yang telah menjadi perhatian publik secara luas.
Penindakan tersebut diambil karena Basuki dinilai telah terbukti melakukan pelanggaran etik serius, yakni tinggal satu atap dengan seorang perempuan berinisial DLL atau Levi tanpa adanya ikatan pernikahan.
Peristiwa itu ternyata tidak terjadi di hotel tempat Levi ditemukan, melainkan di sebuah kostel yang terletak di Jalan Telaga Bodas Raya Nomor 11, Karangrejo, Gajahmungkur sebuah tempat yang kemudian menjadi salah satu titik sorotan dalam proses pemeriksaan etik.
Kabid Propam Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Saiful Anwar, menyampaikan bahwa penahanan ini merupakan bagian dari komitmen institusi untuk menjaga integritas proses pemeriksaan.
Ia menegaskan bahwa langkah ini ditempuh agar seluruh tahapan penyelidikan dapat berjalan dengan objektif, transparan, dan tanpa intervensi dari pihak manapun.
Keputusan tersebut bukanlah hasil yang muncul tiba-tiba. Sanksi diberikan setelah digelarnya gelar perkara yang melibatkan beberapa unsur penting, mulai dari Itwasda, bagian SDM, hingga Bidkum.
Keterlibatan banyak elemen itu menunjukkan bahwa proses penegakan etik dilakukan secara menyeluruh dan terstruktur.
“Siapapun anggota yang terbukti melakukan pelanggaran akan diproses sesuai ketentuan, tanpa memandang pangkat maupun jabatan,” tegas Saiful.
Dia menggarisbawahi bahwa institusi Polri tidak memberikan keistimewaan pada siapapun yang melanggar aturan, meski ia berada pada posisi perwira menengah.***








