BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Ia tidak suka berlatih silat, namun terpaksa ia lakukan. Kalau hatinya sedang mengkal, ia seharusnya cemberut, menurutkan hatinya.
Akan tetapi di depan gurunya, Sin Lian dan para anggauta kai-pang, ia memaksa diri tersenyum!
Benar-benar hidup tersiksa baginya. Lebih-lebih kalau ia mengingat akan sikap para suheng-suheng (kakak seperguruan) atau susiok-susiok (paman seperguruan) terhadap dirinya, membuat ia makin tidak kerasan lagi.
Mereka itu, anggauta-anggauta kai-pang yang taat, memandang rendah dan hina kepadanya karena ia bukan termasuk golongan pengemis!
Kalau tidak mau menjadi pengemis, mengapa belajar ilmu silat di situ dan memakai pakaian rombeng, demikian mereka sering kali menegurnya.
Han Han sering kali dihina, dipukul dan diejek. Akan tetapi dasar dia memiliki watak keras dan berani, sedikit pun tidak mempunyai watak pengecut, ia tidak pernah mengeluh di depan gurunya.
Bahkan di depan Sin Lian ia tidak pernah menceritakan perlakuan mereka itu terhadap dirinya. Sikap ini menolongnya karena para anggauta kai-pang yang gagah itu merasa kagum menyaksikan sikap Han Han dan gangguan-gangguan mereka makin berkurang.
Sudah lima bulan Han Han berada di sarang Pek-lian Kai-pang itu. Pada suatu pagi, datanglah serombongan pengemis ke tempat itu.
Mereka ini terdiri dari belasan orang pengemis, tampak kuat-kuat seperti para anggauta Pek-lian Kai-pang. Hanya bedanya, kalau pakaian para anggauta Pek-lian Kai-pang.
Biarpun bertotol-totol berkembang atau tambal-tambalan, dasarnya selalu warna putih, adalah rombongan pengemis yang datang ini pakaiannya serba hitam!
Wajah mereka juga bengis-bengis, dan mereka dipimpin seorang pengemis tua bongkok berpakaian hitam yang matanya hanya satu, yaitu yang kanan karena mata kirinya buta.
Han Han yang sedang berlatih bersama Sin Lian, segera berlari-lari menghampiri bersama gadis cilik itu yang menjadi tegang dan berbisik.
“Ah, mereka adalah orang Hek-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam). Tentu mencari keributan!”
Han Han menjadi berdebar tegang hatinya. Benar-benarkah akan terjadi bentrokan antara para pengemis? Alangkah aneh dan lucunya. Sama-sama pengemis, masih bertengkar!
Ia dan Sin Lian menonton dari pinggir karena saat itu, Lauw-pangcu sendiri telah menyambut datangnya rombongan pengemis baju hitam ini bersama anak buahnya yang sudah berbaris rapi. Rata-rata para anggauta Pek-lian Kai-pang bersikap keren.
Lauw-pangcu telah mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil berkata, “Biarpun belum pernah jumpa, namun tidak akan keliru dugaan saya kalau yang datang berkunjung ini adalah Song-pangcu (Ketua Pengemis Song) dari lembah utara!”
Kakek bongkok itu mengeluarkan suara mendengus seolah-olah sikap sopan dan ramah ini malah tidak menyenangkan hatinya.
“Benar, Lauw-pangcu. Aku orang she Song ketua Hek-i Kai-pang dari seberang sungai. Tak perlu kiranya kita berpanjang debat.
Lauw-pangcu, karena kita sama tahu bahwa di antara anak buah kita sudah sering kali timbul bentrok, dan….”
“Bentrokan yang sengaja dilakukan oleh anggauta-anggautamu, Song-pangcu!” bantah Lauw-pangcu dengan suara keren. “Sudah jelas……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader



