BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Seruan-seruan menjerit nyaring itu terdengar susul-menyusul dan akhirnya tubuh anak itu mumbul ke atas dan berjungkir-balik membuat pok-sai (salto) sampai tiga kali dan ketika turun ia melayang ke dekat kakek tadi.
Tepuk tangan memuji dari para penonton membuat wajah anak perempuan itu makin berseri. Wajahnya menjadi merah karena tadi dia telah mengerahkan banyak tenaga, dan napasnya terengah-engah.
Kakek yang menjadi ayahnya mengangkat muka dan terhentilah semua tepukini. Bahkan kini tidak ada lagi yang berlatih, memberi kesempatan kepada anak itu untuk berlatih seorang diri sehingga tidak mengganggu.
“Heiiittttt….!” Anak itu mengeluarkan seruan keras dan nyaring. Tubuhnya lalu meloncat ke tengah kolam, melambung agak tinggi kemudian di udara ia berjungkir-balik sampai dua kali.
Baru tubuhnya turun dan kakinya hinggap di atas sebuah teratai kayu. Indah bukan main loncatan tadi dan terdengar seruan-seruan, “Bagus….!”
Han Han melongo. Apa yang disaksikannya itu terlalu aneh dan indah. Kagum ia melihat betapa anak perempuan itu kini berdiri di atas teratai kayu yang bergerak-gerak timbul tenggelam dan bergoyang-goyang.
Namun tubuh anak itu sedikit pun tidak bergoyang, bahkan terdengar lagi seruannya, “Heeiiittitt!” dan tubuhnya sudah mencelat ke atas lagi, lalu hinggap di atas teratai kayu yang lainnya.
Demikianlah, bagaikan seekor katak, anak itu berloncatan dari satu teratai ke lain teratai, makin lama makin cepat sehingga seakan-akan ia terbang di permukaan air.
Hanya benda-benda berbentuk teratai itu saja yang bergerak-gerak timbul tenggelam dan bergoyang-goyang. Seruan-seruan menjerit nyaring itu terdengar susul-menyusul dan akhirnya tubuh anak itu mumbul ke atas dan berjungkir-balik membuat pok-sai (salto) sampai tiga kali dan ketika turun ia melayang ke dekat kakek tadi.
Tepuk tangan memuji dari para penonton membuat wajah anak perempuan itu makin berseri. Wajahnya menjadi merah karena tadi dia telah mengerahkan banyak tenaga.
Dan napasnya terengah-engah. Kakek yang menjadi ayahnya mengangkat muka dan terhentilah semua tepuk tangan.
“Masih jauh daripada sempurna, Lian-ji. Teratai-teratai itu masih bergoyang terlalu keras. Lihat baik-baik, juga kalian semua!”
Tiba-tiba tubuh kakek itu melayang seperti sehelai daun kering ke tengah kolam, hinggap di atas teratai, lalu meloncat ke lain teratai, terus-menerus dan cepat sekali.
Tidak lebih indah daripada permainan Sin Lian tadi, akan tetapi hebatnya, teratai-teratai yang diinjaknya itu sanna sekali tidak bergoyang, seolah-olah hanya kejatuhan sehelai daun kering saja! Kemudian kakek itu mendarat kembali dan berkata.
“Untuk dapat menginjak teratai kayu tanpa menggerakkannya, membutuhkan latihan sedikitnya lima tahun dengan tekun.
Apalagi dapat meloncat dan hinggap di atas bunga teratai aseli, membutuhkan bakat dan latihan yang amat mendalam.”
Setelah berkata demikian, kakek itu menggandeng tangan Sin Lian, menggapai ke arah Han Han dan mengajak mereka memasuki sebuah pondok bambu sederhana di sebelah kiri pondok kelenteng.
Juga pondok sederhana ini dihias dengan lukisan-lukisan dan ukir-ukiran teratai putih.
“Bocah ini siapakah, Ayah?” Sin Lian bertanya ketika kakek itu mengajak mereka duduk di atas bangku.
“Namanya Han Han. Siapakah she-mu (nama keturunan), Han Han?”
“Aku she Sie bernama Han, biasa disebut Han Han,” jawab anak itu. “Locianpwe ini siapakah? Apakah ketua dari Pek-lian Kai-pang?”
Kakek itu memandang kepadanya dengan mata terbelalak. “Engkau tahu bahwa di sini sarang Pek-lian Kai-pang? Dari mana kau mengenal nama Pek-lian Kai-pang?”…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader
Hal; 31