BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Merasa dirinya dipaksa pergi setengah diculik, tidak pernah bertanya apa-apa pula. Ia berjalan terus di belakang kakek itu.
Tentu saja kakek itu yang melangkah lebar dan cepat membuat ia sering kali harus setengah berlari dan tubuhnya sudah lelah sekali.
Jalannya tidak rata, menyusup-nyusup hutan dan naik turun.
Akan tetapi dengan kekerasan hatinya, Han Han mengikuti terus kakek itu yang akhirnya membawanya masuk ke sebuah hutan di pinggir Sungai Huang-ho.
Di tepi sungai dalam hutan ini, tampaklah oleh Han Han bagian yang sudah dibersihkan, pohon-pohonnya ditebangi dan terdapat tempat terbuka yang amat luas, bahkan dipagari dengan bambu.
Dari jauh sudah tampak bentuk yang aneh dari tempat ini, agak bundar, akan tetapi Han Han tidak tahu apa maknanya. Baru setelah mereka memasuki pintu gerbang dan membaca papan yang tergantung di depan pintu.
Tahulah Han Han bahwa bentuk bundar dari tempat itu dengan lingkaran-lingkaran aneh adalah bentuk bunga teratai, sesuai dengan nama tempat itu yang menjadi pusat dari perkumpulan Pek-lian Kai-pang (Persatuan Pengemis Teratai Putih).
Han Han berdebar jantungnya. Sudah banyak ia membaca tentang kai-pang dan ketuanya yang sakti, dan baru sekali ini memasuki sarang kai-pang. Siapakah pangcunya?
Kakek itu memasuki pintu gerbang dan tampaklah banyak orang-orang berpakaian pengemis berkeliaran di sekitar tempat itu.
Di tengah-tengah terdapat bangunan pondok berbentuk kelenteng dan dari situ mengepul asap hio yang wangi.
Para jembel itu melihat masuknya kakek bersama Han Hang namun mereka hanya melirik saja dan tak seorang pun ambil peduli.
Kakek itu menghampiri pondok kelenteng, lalu masuk ke ruangan depan di mana terdapat meja sembahyang.
Han Han mengikuti dari belakang dan berdiri memandang heran ketika melihat kakek itu tiba-tiba duduk bersila dengan kedua kaki saling bertumpangan paha di depan meja sembahyang yang berbentuk teratai.
Kemudian kakek ini melakukan upacara sembahyang yang aneh. Kedua lengannya digerak-gerakkan, dilonjorkan ke depan.
Diangkat ke atas, ditekuk ke belakang sambil mulutnya berkemak-kemik membaca mantera yang tidak dimengerti Han Han.
Kemudian kakek itu berdiri menyalakan hio dan bersembahyag seperti biasa. Setelah menancapkan hio di tempat dupa, ia melangkah keluar lagi, memberi isyarat dengan lambaian tangan kepada Han Han untuk mengikutinya.
Han Han ikut terus dan ternyata mereka menuju ke sungai di mana terdapat sebuah kolam besar yang mendapatkan airnya dari sungai, dialirkan ke tempat itu.
Karena kolam di pinggir sungai itu cukup lebar dan permukaannya sama dengan permukaan air sungai, maka air di situ tenang.
Di atas permukaan air kolam terdapat beberapa belas benda ber bentuk bunga-bunga teratai warna putih.
Terbuat daripada kayu, mengambang dan bergerak-gerak perlahan di permukaan kolam. Yang membuat Han Han tercengang adalah ketika ia melihat beberapa orang sedang berlatih, berloncatan dari satu ke lain teratai kayu di permukaan air.
Ada tiga orang yang berlatih, sementara itu masih ada tiga puluh orang lebih menonton di pinggir kolam. Mereka semua itu adalah orang-orang berpakaian tambal-tambalan terdiri dari laki-laki dan wanita.
Akan tetapi lebih banyak lelaki daripada wanitanya yang hanya ada beberapa orang. Han Han tidak mengerti ilmu silat.
Namun menyaksikan tiga orang itu berloncatan ke atas teratai-teratai kayu yang mengambang di air.
Melihat gerakan mereka yang begitu ringan dan gesit, ia kagum. Ternyata mereka itu sedang berlatih, karena setelah tiga orang itu meloncat ke darat, mereka digantikan oleh tiga orang lain.
Ada pula yang belum mahir meloncat sehingga terpeleset dan teratai yang diinjaknya miring membuat ia terjungkal ke air.
Yang menonton mentertawakannya, ada yang mengejek, ada yang memberi petunjuk, membicarakan kesalahannya sehingga ia terjatuh. ………BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader