BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Akan menjadi seorang perajurit seperti mendiang Ayahku! Bahkan aku akan menanjak menjadi Perwira. Kau lihat saja!”
Han Han tersenyum. Melihat semangat bocah ini, kelak dia tidak akan merasa heran kalau benar-benar Wan Sin Kiat menjadi seorang perwira.
“Nih, kau ambil lagi rotinya,” ia menawarkan ketika melihat roti pertama sudah habis memasuki perut kawan baru itu.
Sin Kiat mengambil sepotong lagi, kemudian tiba-tiba seperti orang teringat akan sesuatu, ia memegang lengan Han Han dan berkata, “Han Han, apakah engkau suka membagi rotimu kepada anak-anak lain, bukan hanya kepadaku?”
“Hah? Kalau perlu tentu saja boleh.”
“Bagus! Engkau benar-henar anak jempol! Mari ikut aku!” Sin Kiat bangkit berdiri, menarik tangan Han Han dan mengajak teman baru yang mempunyai banyak roti itu berlari memasuki kota.
Mereka lewat di pasar, lalu membelok ke sebuah gedung bobrok yang tadinya terbakar, kini tinggal sisa dinding-dinding gosong dan kotor dan sebagian atapnya.
Ketika tiba di situ, ternyata di situ terdapat dua orang anak sebaya dengannya yang juga berpakaian seperti pengemis, bahkan ada pula seorang kakek berpakaian seperti pengemis, kakek yang kurus kering dan rambutnya riap-riapan.
“Mana teman-teman yang lain? Ada rejeki datang!” Sin Kiat berseru dengan wajah berseri-seri.
“Pergi mengemis ke pasar,” jawab seorang anak pengemis yang kepalanya gundul. “Katanya ada pembesar meninjau pasar.”
“Huh, bodoh! Belum tentu mendapat sedekah, yang sudah pasti mererima cambukan para pengawal yang galak,” kata Sin Kiat mengomel.
“Itulah sebabnya mengapa kami berdua tidak ikut pergi,” kata pengemis ke dua. “Aku benci melihat pembesar….”
Terdengar batuk-batuk dari kakek pengemis yang melenggut di sudut. “Hmmm…., anak-anak, hati-hatilah sedikit kalau bicara. Apakah anak-anak sekecil kalian sudah bosan hidup?”
Tiga orang anak pengemis itu menjadi pucat dan celingukan memandang ke kanan kiri. Han Han berpendapat bahwa anak-anak itu seperti anak-anak burung yang ketakutan selalu, maka ia makin kasihan kepada mereka.
Tanpa diminta ia lalu mengambil roti-roti kering dari keranjangnya, pertama-tama ia memberi kepada kakek itu.
“Lopek, silakan makan roti kering seadanya.”
Kakek itu memandang dengan tajam. Han Han terkejut, tidak menyangka bahwa kakek itu mempunyai pandang mata yang demikian tajamnya.
Lalu kakek itu setelah meneliti Han Han dari kepala sampai ke kaki, mengangguk-angguk dan menerima roti terus melenggut lagi sambil makan roti kering.
Kembali Han Han tercengang. Kakek itu sudah tua dan kempot, tanda bahwa giginya sudah tidak lengkap lagi, namun roti kering yang keras itu digigitnya seperti seorang menggigit kerupuk saja!
Ia lalu membagi-bagi roti kering kepada dua orang anak lain yang menerimanya dengan gembira.
Han Han lalu menurunkan keranjang rotinya dan mempersilakan siapa saja yang masih lapar untuk mengambil lagi, dan ia pun ikut duduk mendeprok di atas lantai rumah gedung yang terbakar itu.
Heran sekali, ia merasa betah di situ, merasa seperti berada di rumah sendiri. Seolah-olah…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader