BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Nih, kaubelilah air teh, kutunggu di sini. Untuk dapat membeli air teh saja masa memerlukan seorang kongcu hartawan?”
Kembali anak itu memandang heran, akan tetapi ia lalu menyambar uang itu dan lari pergi dari situ, membawa roti keringnya. Han Han menghela napas.
Kalau dia tidak kembali ke sini, aku tidak akan heran, pikirnya. Bocah-bocah seperti itu patut dikasihani! Benar-benar sebuah pemikiran yang amat janggal.
Dia sendiri yang tadinya seorang “kongcu” hartawan dan terpelajar, tinggal di rumah gedung dilayani banyak pelayan, sekarang keadaannya tiada bedanya dengan anak-anak pengemis, namun ia masih menaruh kasihan kepada mereka!
Dugaan Han Han keliru dan ia menjadi makin suka kepada bocah itu ketika melihatnya datang berlari sambil membawa sebuah kulit waluh kering yang ternyata terisi air teh.
Terengah-engah ia duduk di dekat Han Han. Han Han melirik dan mendapat kenyataan bahwa roti kering di tangan anak itu masih utuh, ia makin suka.
Ini menandakan bahwa anak ini memiliki watak jujur dan setia, tidak mau mendahului makan roti dengan air teh sebelum tiba di tempat Han Han!
“Nah, mulailah!” ajak Han Han yang mengambil sepotong roti, mencelupkannya di air teh sampai lama, kemudian mulai makan roti itu.
Anak itu menirunya, dan setelah ia berhasil menggigit sepotong roti, ia mengunyahnya dengan lahap sambil mulutnya mengomel.
“Wah, enak! Harum dan gurih….!”
Tidak ada balas jasa yang lebih nikmat lagi bagi seorang pemberi kecuali kalau pemberiannya itu dipuji dan menyenangkan hati orang yang diberinya. Wajah Han Han berseri dan teringatlah ia akan ujar-ujar kuno yang berbunyi :
“Bahagiakanlah hati orang yang memberimu dengan menghargai pemberiannya!” Bocah ini telah melakukan hal itu. Tak mungkin dia tahu akan ujar-ujar ini, tentu hanya kebetulan saja!
“Siapa namamu?” tanya Han Han.
“Wan Sin Kiat! Ayahku dahulu perajurit, tewas di medan perang melawan anjing…. eh, tentara Mancu.” Bocah itu memandang ke kanan kiri, takut kalau-kalau makiannya terdengar orang.
“Ibuku lari bersama seorang perwira Mancu. Aku tidak sudi ikut ibu, maka merantau dan…. beginilah. Engkau siapa?”
“Aku Han Han….”
“Tentu seorang kongcu yang menyamar menjadi pengemis!”
“Eh! Sembarangan saja menuduh. Aku bukan kongcu, juga bukan pengemis!”
“Lagak dan sikapmu seperti kongcu. Kau patut menjadi kongcu. Mungkin juga bukan, akan tetapi bukan pengemis? Heh, jangan berolok, kawan. Pakaianmu itu!”
Han Han penasaran. “Biarpun pakaianku butut, aku tidak pernah mengemis! Aku makan dari hasil keringatku. Roti itu pun pemberian pedagang roti yang kubantu membongkar muatan terigu!”
“Ahhh, begitukah?” Sin Kiat menghela napas dan menunduk. “Kalau aku…. aku pengemis tulen.”
Han Han merasa menyesal telah menyinggung perasaan orang tanpa disengaja. Ia memegang lengan anak itu dan berkata,
“Engkau sampai menjadi begini akibat perang…., bukan kehendakmu, Sin Kiat.”
Tiba-tiba Sin Kiat berkata penuh semangat. “Kalau sudah besar aku……..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader