BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Untuk menutupi tubuhnya. Berdiri seluruh bulu di tubuh Kwi Lan dan ia cepat-cepat berkata.
“Suheng…., dengarlah kata-kataku. Eh…. aduh, tolong kausandarkan aku di dinding, jangan sentuh aku dan dengarkan dulu baik-baik…. aku…. aku menyerah, akan tetapi ada syaratnya….”
Suma Kiat menarik kembali tangannya, menyandarkan Kwi Lan di dinding dan memandang penuh perhatian, penuh kemesraan. “Apa, manisku? Kau mau bilang apa?”
Mengulur waktu, harus mengulur waktu, demikian jalan pikiran Kwi Lan, teringat akan kecerdikan dan akal Hauw Lam.
“Suheng….” suaranya ia buat manis dan halus, “setelah kupikir-pikir, memang kau benar. Kita sudah kehilangan Bibi Sian, kalau tidak saling tolong, bagaimana lagi?
Dan kupikir-pikir…. eh, engkau bukan seorang pemuda yang buruk. Engkau tampan, cerdik, juga gagah. Tidak kecewa menjadi isterimu. Baiklah, aku menyerah. Akan tetapi….”
“Heh-heh-heh, jangan kau menipuku, Kwi Lan. Kalau aku disuruh membebaskanmu, tak mungkin. Aku tahu kelihaianmu. Engkau akan menjadi isteriku dalam keadaan tertotok….”
“Sesukamulah, Suheng. Aku sudah menyerah. Akan tetapi…. kuminta dengan sangat, jangan…. jangan malam ini!
Lupakah engkau, Suheng, bahwa ibumu baru siang tadi meninggal dunia? Bagaimana kita dapat melakukan…. eh…. hal itu malam ini?
Ini amat tidak baik dan durhaka, Suheng. Kau boleh totok aku, aku toh tidak mampu lari. Tapi malam ini jangan…., besok saja, terserah kepadamu dan aku menyerah.
Bahkan kemudian aku tidak akan menolak menjadi isterimu yang sah. Engkau menjadi mantu Kerajaan Khitan, mungkin kelak menjadi Raja Khitan, dan aku permaisurimu. Wah alangkah bahagianya!”
Makin berseri wajah Suma Kiat. Akhirnya ia bersorak dan berjingkrak-jingkrak dalam kuil itu, lalu berjongkok dan…. “ngokk!”
ia mencium pipi Kwi Lan dengan hidungnya. “Bagus! Terima kasih, Kwi Lan. Terima kasih, kau baik sekali. Tapi…., kalau sekarang, mengapa sih?”
Tadinya Kwi Lan sudah girang menyaksikan akalnya berhasil, akan tetapi kembali ia berdebar mendengar kalimat terakhir. Sungguh sukar menjenguk keadaan hati pemuda gila ini.
“Suheng, terus terang saja, wajah Bibi Sian masih terbayang di depan mataku. Tidak mau aku mendurhakai guru melakukan…. hal itu pada hari guru meninggal dunia.
Kalau kau memaksa, aku akan mencari kesempatan membunuhmu atau membunuh diri sendiri. Awas, alangkah mudahnya membunuh diri.
Jika aku menggunakan kekuatan kemauan menahan napas, sekarang pun aku dapat membunuh diri!” Suma Kiat mengangguk-angguk,
“Baiklah, Kwi Lan. Menanti sampai besok pun tidak apa. Aku pun lelah sekali, harus tidur malam ini. Selamat tidur, sayang. Sampai besok!”
Pemuda itu lalu berbaring di dekat Kwi Lan dan sebentar saja sudah mendengkur! Kwi Lan duduk bersandar dinding, matanya kelap-kelip memandang api lilin yang hampir padam.
Suram-suram keadaan di dalam kuil, sesuram hatinya. Ia sudah berhasil mengulur waktu. Berhasil untuk sementara terhindar daripada malapetaka hebat. Selanjutnya bagaimana? Ia…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader