BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Suma Hoat yang masih lemah, datang juga untuk bersembahyang ketika mendengar bahwa ayahnya meninggal dunia. Setelah bersembahyang, Suma Hoat menoleh kepada Bu Ci Goat, berkata perlahan,
“Apa gunanya setelah mati ditangisi?”
Ucapan itu ditujukan kepada selir ayahnya yang dia tahu merupakan seorang isteri yang berhati palsu, yang selalu menyeleweng, seorang isteri yang amat dicinta ayahnya, namun yang sesungguhnya tidak patut mendapatkan cinta seorang suami.
Akan tetapi tanpa disengaja, teguran Suma Hoat itu membuat Siangkoan Lee menjadi merah sekali karena dia merasa disindir.
Sebelum melakukan hubungan rahasia dengan Bu Ci Goat, dia merupakan seorang murid yang amat setia, dan dia memang selalu merasa berhutang budi kepada gurunya itu. Kini mendengar ucapan Suma Hoat, dia bangkit berdiri dan berkata,
“Mengapa Suheng berkata demikian? Budi Suhu amat besar, sampai mati pun takkan terlupa olehku. Biarpun Suhu bersikap marah kepada Suheng, akan tetapi Suheng adalah puteranya, bagaimana berkata demikian?
Apakah setelah Suhu meninggal, Suheng hendak menunjukkan kekuasaan di sini menuntut warisan dengan kekeraaan?”
Menggigil tubuh Suma Hoat saking marahnya mendengar ini. Tubuhnya masih lemah sekali, akan tetapi kemarahan membuat matanya mendelik memandang Si Muka Kuda itu.
“Bedebah, kau sombong sekali, Siangkoan Lee! Engkau yang dahulu hanya seorang pelayan, yang telah menerima budi semenjak kecil, kini berani bersikap kurang ajar kepadaku? Apa kaukira aku takut kepadamu?”
Melihat ini, Bu Ci Goat cepat bangkit berdiri, “Harap kalian suka bersabar. Sungguh tidak patut sekali ribut-ribut di depan peti mati!”
Suma Hoat menarik napas panjang menyabarkan diri karena dia dapat memahami kebenaran ucapan ibu tirinya itu.
“Kalian dengarlah baik-baik. Biarpun aku putera Ayah, namun Ayah sudah tidak mengakui aku sebagai puteranya. Aku pun tidak haus akan warisan dan aku tidak akan menuntut dan tidak akan menguasai tempat ini.
Bahkan aku tidak sudi tinggal di In-kok-san, lebih baik tinggal di pondok yang dibuatkan Bu Ci Goat. Itu pun hanya untuk sementara sambil menanti kembalinya sahabatku.”
Setelah berkata demikian, Suma Hoat pergi meninggalkan mereka dan tidak pernah lagi datang sampai peti ayahnya dikubur.
Hatinya menjadi makin risau dan tertekan. Dia merasa betapa hidpnya penuh dengan kekecewaan dan kesengsaraan.
Baru terbuka mata hatinya betapa selama ini dia hidup sebagai seorang yang amat jahat. Tiap kali dia teringat akan semua perbuatannya.
Diam-diam dia merasa menyesal sekali dan berjanji bahwa kalau sampai dia dapat berkumpul kembali dengan Bi Kiok, dia akan menebus semua kesalahannya, akan membahagiakan isterinya, anaknya, semua orang!
Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, Im-yang Seng-cu datang dengan wajah lesu dan dengan suara berat mengatakan bahwa dia tidak berhasil menemukan Bi Kiok.
“Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, mereka itu tewas oleh gerombolan orang jahat yang tidak terkenal sehingga tidak ada yang tahu.
Ke dua, mereka memang sengaja menyembunyikan diri darimu dengan mengubah nama palsu dan pergi jauh sekali dari sini.”
Suma Hoat mengeluh dan semenjak saat itu, kesehatannya makin mem buruk. Im-yang Seng-cu berusaha menghibur dan merawatnya.
Namun percuma saja karena Suma Hoat sudah kehilangan pegangan hidup, kehilangan harapan dan satu-satunya yang dirindukan hanyalah kematian.
Akhirnya, hanya berselisih setengah tahun dari kematian ayahnya, Jai-hwa-sian yang pernah menggemparkan dunia persilatan itu meninggal dunia dalam rangkulan Im-yang Seng-cu.
Satu-satunya orang yang mengenal betul hatinya, mengenal kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatannya!…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader