BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Tapi…. tapi….” Kwa Liok tak dapat melanjutkan kata-katanya karena dia merasa bingung sekali.
“Biarpun teman-teman pinceng tadi mengejarnya, belum tentu mereka dapat menangkap atau membunuhnya. Dia amat lihai dan kejam.”
“Untung bahwa anakmu masih belum menjadi korban, tadinya pinceng mengira dan mengkhawatirkan, seperti yang sudah-sudah, anakmu sudah menjadi mayat.”
“Lo-suhu, siapakah yang kaumaksudkan dengan Jai-hwa-sian itu? Yang berada di sini sama sekali bukan Jai-hwa-sian, melainkan…. eh, suamiku…. Suma Hoat, bukan Jai-hwa-sian….”
Bi Kiok yang mendengarkan dengan muka pucat ini tiba-tiba tak dapat menahan hatinya dan berkata dengan tegas.
Biarpun dia belum menikah secara resmi dengan kekasihnya, namun Suma Hoat sudah dianggap sebagai suaminya sendiri.
“Maka kini mendengar suaminya dituduh sebagai Jai-hwa-sian, penjahat cabul yang sudah terkenal di mana-mana, tentu saja dia tidak senang dan membantah.
“Omitohud…. suamimu….? Apa artinya ini….? Suma Hoat adalah Jai-hwa-sian, Jai-hwa-sian adalah Suma Hoat…. haittt!” Tiba-tiba hwesio itu melempar tubuhnya ke belakang untuk menghindarkan diri dari sambaran sebatang jarum yang datang dari atas.
Sambil bergulingan, hwesio itu memutar toyanya, kemudian melompat bangun dan berhadapan dengan Suma Hoat yang telah meloncat turun.
“Jai-hwa-sian….!” Hwesio itu membentak, matanya terbelalak penuh kaget dan heran mengapa orang yang dikejar-kejar empat orang temannya tadi tahu-tahu telah muncul di situ.
“Hemmm, agaknya engkau murid Siauw-lim-pai, ya? Nah, mampuslah seperti empat orang kawanmu!”
Suma Hoat menggerakkan pedangnya menerjang ke depan. Hwesio itu cepat menangkis dan terjadilah pertandingan di dalam rumah keluarga Kwa.
Ternyata hwesio itu bukan tandingan Suma Hoat. Baru dua puluh jurus lebih saja, pundaknya terbabat pedang dan toyanya terlepas. Hwesio itu meloncat keluar dari rumah, melarikan diri.
“Engkau hendak lari ke mana?” Suma Hoat membentak, akan tetapi tiba-tiba Bi Kiok menubruk. Wanita ini memeluk dan menangis.
“Engkau…. engkau…. benarkah engkau Jai-hwa-sian….?”
Suma Hoat merangkul pundak kekasihnya, mengusap rambut yang awut-awutan itu dan menghela napas.
“Bi Kiok, kekasihku, dewi pujaan hatiku calon ibu anakku…. siapa pun adanya aku, engkau yakin bahwa aku mencintamu, bukan?”
Bi Kiok mengangkat muka memandang wajah orang yang dicintanya itu, terisak, merangkul leher memaksa muka Suma Hoat mendekat, lalu menempelkan pipinya pada pipi kekasihnya.
Sambil menangis dia hanya mengangguk-angguk, tak mampu menjawab karena dia bingung sekali.
Pria yang dipeluknya ini adalah laki-laki yang dicintanya, benarkah orang yang dianggapnya paling mulia di dunia ini adalah Jai-hwa-sian, penjahat cabul yang telah memperkosa ratusan orang wanita dan membunuh korbannya secara keji?
Benarkah ini? Sukar untuk mempercayai hal ini!
“Bi Kiok, hwesio tadi benar. Aku memang Jai-hwa-sian, bekas penjahat cabul yang kejam. Kukatakan bekas, karena setelah bertemu denganmu……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader