BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Kepala sampai lama dan berkata, “Aihhh…. aku menjadi bingung, Taihiap…. aku harus merenungkan kata-katamu itu…. aku tidak mengerti….”
“Apabila rasa sayang diri masih melekat kuat di dalam pikiran, memang sukarlah untuk menjadi waspada, sukar untuk memandang dan melihat sesuatu sebagaimana adanya.
Karena kecenderungan pandangan dikuasai oleh pertimbangan demi kesenangan dan kepentingan diri pribadi. Sudahlah, Suma Hoat.
Karena engkau sudah berada di sini, engkau boleh tinggal di pulau ini selama yang engkau suka, hanya pesanku, harap engkau jangan merusak dan mengganggu istana dan isinya.”
“Terima kasih atas kebaikan Taihiap. Memang saya merasa senang sekali tinggal di sini.
Setelah kedua orang nona itu lenyap, hidup tiada artinya bagi saya. Kembali ke dunia ramai hanya akan berarti mengumbar hawa nafsu berahi belaka.
Saya akan bertapa di sini menjauhkan diri dari dunia ramai, hidup sederhana dan melupakan wanita!”
Kam Han Ki sudah membalikkan tubuhnya hendak memasuki istana, akan tetapi mendengar ucapan itu, dia tersenyum dan menoleh, berkata,
“Apa artinya hidup di tempat sunyi kalau pikiran dan hatinya masih gaduh dan ribut? Apa artinya hidup sederhana ditandai pakaian, tempat tinggal.
Dan makan sederhana kalau semua itu hanya untuk menutupi hati yang membayangkan kemuliaan hidup? Apa artinya menjauhkan diri dari wanita dan mencoba melupakannya kalau pikirannya masih penuh dengan bayangan wanita?
Yang perlu sekali dibebaskan adalah batinnya, bukan lahirnya, Suma Hoat.
“Setelah berkata demikian, Han Ki memasuki istana, meninggalkan Suma Hoat yang makin bengong ter longong mendengarkan semua ucapan itu.”
“Merasa seperti disiram air dingin karena tiba-tiba dia melihat kebenaran nyata terkandung dalam semua ucapan Kam Han Ki.
Kebenaran nyata menelanjangi keadaan hatinya seperti apa adanya sehingga tak mungkin dapat dibantah lagi!
***
Selama beberapa hati, Suma Hoat memulihkan kesehatannya akibat siksaan badai, kemudian dia menjelajahi Pulau Es, bukan saja untuk memeriksa keadaan pulau yang menjadi bahan dongeng ini.
Juga dengan harapan kalau dia akan bertemu dengan Maya atau Siauw Bwee. Siapa tahu, dua orang dara itu, atau seorang di antaranya masih hidup.
Namun ada juga kengerian hatinya membayangkan mayat mereka yang akan ditemukannya! Setelah mengelilingi pulau selama beberapa hari dan tidak melihat bayangan dua orang dara itu, dia lalu kembali ke tengah pulau dengan niat menemui Kam Han Ki.
Namun, istana Pulau Es itu telah kosong! Kam Han Ki tidak ada lagi di situ.
Ketika Suma Hoat memasuki ruangan yang indah di mana beberapa hari yang lalu dia bertemu dengan Kam Han Ki, dia melihat tiga buah arca itu masih berjajar di situ.
Dia mencari dalam kamar-kamar lain, dan di kamar yang terbesar dia melihat betapa dinding penuh dengan tulisan-tulisan indah berupa sajak-sajak yang mengandung kedukaan di samping sajak-sajak mengenai hidup.
Sajak yang terpanjang dan ditulis paling indah membuat dia teringat akan suara Kam Han Ki ketika membaca sajak itu dengan suara penuh duka, sajak yang dimulai dengan pernyataan keinginan hati pria yang sedang dibuai asmara:
“Betapa ingin mata memandang mesra…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader