BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Aku tidak sudi!” jawab Siauw Bwee, menekan kemarahan hatinya. “Kalau tidak mau, minggat engkau dari sini!”
“Aku pun tidak sudi pergi!” jawab pula Siauw Bwee.
“Hemmm, hanya ada pilihan bagimu. Pergi dari sini atau cabut pedangmu menandingiku.”
“Kalau keduanya aku tidak sudi….?”
“Akan kubunuh engkau di sini, sekarang juga!” Maya mengelebatkan pedangnya.
“Suci, engkau telah gila! Engkau gila karena cemburu dan iri hati!”
“Tidak, aku hanya mengambil jalan yang tepat dan singkat untuk menghabiskan persoalan yang berlarut-larut. Suheng tidak dapat mengambil keputusan, engkau pun ragu-ragu dan lemah.
Maka akulah yang mengambil keputusan. Hayo, cabut pedangmu, kalau tidak, aku akan menyerangmu!”
“Hemmm, Maya-suci, agaknya engkau sudah merasa yakin benar akan dapat menang dariku! Aku tidak takut melawanmu, Suci.
Akan tetapi aku tidak mau, karena melawanmu berarti akan membuat Suheng makin berduka. Aku terlalu cinta kepadanya maka aku rela berkorban perasaan menghadapi penghinaanmu ini….”
“Cukup! Lihat senjata!” Maya menjadi makin marah ketika Siauw Bwee bicara tentang cintanya yang mendalam. Pedang di tangan Maya berubah menjadi sinar terang ketika menusuk ke arah dada Siauw Bwee.
Dara ini tidak bergerak, tidak mengelak, tidak menangkis hanya memandang dengan mata terbuka lebar, sedikit pun tidak gentar.
Pedang yang meluncur cepat itu tiba-tiba terhenti, tepat di depan dada Siauw Bwee, ujungnya sudah menyentuh baju dan tergetar. Maju beberapa senti meter lagi saja tentu ujung pedang akan menembus dada itu!
“Keparat! Aku bukan seorang pengecut yang suka membunuh orang yang tidak melawan!” Maya berseru marah sekali.
“Khu Siauw Bwee, engkau adalah seorang pengecut hina kalau tidak berani melawanku, melainkan memancingku agar membunuhmu tanpa melawan sehingga kelak Suheng akan menyalahkan aku. Benar-benarkah engkau seorang pengecut hina?”
Siauw Bwee juga seorang gadis yang berhati keras. Kalau saja dia tidak ingat kepada Han Ki dan tidak ingin menyakiti hati orang yang dicintanya itu.
Tentu sudah tadi-tadi dia mencabut senjata dan melawan sucinya yang gila oleh cemburu dan iri hati ini.
Akan tetapi, sekarang mendengar dia disebut pengecut hina, dia tidak dapat menahan lagi kemarahannya.
“Singgg….!” Pedangnya telah tercabut.
“Bagus, mari kita selesaikan!” Maya berseru girang dan menerjang maju dengan pedangnya.
“Trang-cring-cringgg….!” Bunga api berpijar ketika dua batang pedang itu bertemu bertubi-tubi.
Pertandingan itu hebat bukan main. Mereka sama kuat, sama cekatan, dan ilmu pedang mereka pun dari satu sumber.
Lenyaplah bayangan tubuh kedua orang dara perkasa itu, terbungkus sinar pedang mereka yang bergulung-gulung seperti dua ekor naga sakti bermain di angkasa raya.
Pertandingan itu mati-matian, terutama sekali dari pihak Maya yang…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader