BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Pedangnya secara bertubi-tubi. Bu-koksu tadinya berdiri tercengang, akan tetapi siapa pun adanya wanita ini, kalau dia berdiri di pihak Mancu berarti musuhnya dan harus dilawan mati-matian.
“Trang-cring-trang….!” Pedang dan golok beradu bertubi-tubi dan Suma Hoat menjadi bingung, tidak tahu harus membantu siapa.
“Sumoi….!”
Tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu kedua orang yang sedang bertanding itu terpental ke belakang karena tertolak oleh tenaga yang amat dahsyat, membuat tubuh mereka terlempar dari atas punggung kuda.
Namun, berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi, Bu-koksu dan Maya tidak terbanting roboh, hanya berjungkir balik dan berdiri dengan senjata siap di tangan.
“Suheng….!” Maya berseru dengan muka berubah pucat ketika melihat siapa orangnya yang membuat dia terpental tadi.
“Kam-siauwte….!” Bu-koksu juga berseru kaget dan girang, mengharapkan bantuan orang yang dia tahu amat sakti ini. Akan tetapi Han Ki, pemuda yang baru datang itu, tidak mempedulikannya, melainkan menghampiri Maya dan memandang dengan alis berkerut.
“Maya-sumoi, mengapa engkau masih juga melanjutkan kesesatanmu? Tidak malukah engkau? Tidak ingatkah bahwa engkau, adalah keturunan orang-orang gagah perkasa yang lebih baik mati daripada melakukan pengkhianatan?
Di dalam tubuhmu mengalir darah Khitan dan Han, bagaimana sekarang engkau dapat membantu Mancu untuk menghancurkan bangsa sendiri?”
“Suheng, engkau boleh melupakan segala dendam, akan tetapi aku tidak! Orang tuaku, kerajaan ayahku, telah hancur oleh Kerajaan Sung. Kalau belum membasmi Kerajaan Sung, aku belum puas!”
“Engkau keliru, Sumoi. Bukan Kerajaan Sung yang menyebabkan kehancuran Kerajaan Khitan, melainkan perang dan pengkhianatan!
Dan perang ditimbulkan bukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh manusia sendiri, oleh engkau dan aku dan kita semua! Ayah bundamu gugur sebagai pahlawan-pahlawan yang membela bangsa dan negara.
Apakah engkau sekarang hendak gugur sebagai seorang pengkhianat?”
Pucat sekali wajah Maya ketika dia memandang suhengnya. Suaranya tersendat-sendat ketika dia berkata, “Suheng, engkau terlalu!
Engkau tahu mengapa aku sampai menjadi begini, engkau tahu mengapa aku sampai meninggalkan Pulau Es. Engkau tahu pula mengapa aku melanjutkan semua ini setelah berjumpa denganmu di medan perang!
Mengapa engkau hendak menyalahkan aku saja dan sama sekali tidak ingat bahwa engkaulah gara-gara semua ini? Engkau menolak untuk membawaku sendiri saja ke Pulau Es.
Engkau ragu-ragu dalam cintamu terhadap diriku…. padahal hanya angkau seorang harapanku….! Engkau telah menghancurkan harapan dan cintaku…. engkau….”
Maya menggigit bibir terisak dan tiba-tiba dia menekuk pedang dengan kedua tangannya.
“Krekkk!” Pedang itu patah berkeping-keping dan dlbuangnya ke atas tanah.
“Llhat, seperti itulah hatiku, Suheng. Sekarang tinggal hanya dua pilihan bagiku. Kalau engkau suka bersamaku, berdua saja
kembali ke Pulau Es, aku akan meninggalkan semua ini dan selamanya akan tunduk……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader