BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Terjang, sehingga seringkali mereka terpaksa mundur dan terpisah kembali untuk melayani tentara musuh yang mengepung.
Maya sendiri merasa penasaran bahwa sampai lama dia tidak dapat merobohkan Bu-koksu, maka dia lalu berseru menantang.
“Bu-koksu, kalau memang engkau gagah, mari kita bertanding di luar tembok sampai seorang di antara kita roboh binasa!”
“Anjing betina Mancu, siapa takut kepadamu?” Bu-koksu membentak.
Maya mengaburkan kudanya ke luar pintu gerbang yang sudah bobol, dikejar oleh Bu-koksu. Setibanya di lapangan yang luas di luar tembok.
Maya berhenti dan begitu Bu-koksu yang mengejarnya tiba, dia langsung mengejar dengan ganasnya dan kembali dua orang perkasa ini bertanding dengan seru dan dahsyat.
Andaikata mereka bertanding ilmu silat biasa, tidak di atas kuda, agaknya betapapun lihainya, Bu-koksu bukanlah lawan Maya dan tak mungkin dia dapat bertahan sampai ratusan jurus.
Akan tetapi, bertanding di atas punggung kuda lain lagi halnya.
Gerakan ilmu silat tak banyak dipergunakan, yang diandalkan hanya kecepatan menggerakkan senjata dan keahlian menunggang kuda, dan tentu saja kecekatan kuda yang ditunggangi memang peranan penting.
Biarpun sudah lama Maya menjadi panglima perang, namun pengalamannya dalam bertanding di atas kuda jauh kalah banyak oleh Bu-koksu dan biarpun gerakan tangannya yang memegang pedang lebih kuat dan cepat, namun kepandaiannya menunggang kuda juga kalah.
Karena inilah, pertandingan berlangsung dahsyat dan seru. Sukar bagi Maya untuk merobohkan lawan yang tangguh itu dan dia hanya mampu membuat lawan itu terluka di paha dan pundak kiri.
Luka yang tidak terlalu parah biarpun cukup membuat pakaian perang Bu-koksu berlumuran darah.
Betapapun juga, diam-diam Bu-koksu harus mengakui bahwa selamanya belum pernah dia bertemu tanding sehebat nona itu!
Lengannya yang memegang golok besar terasa letih sekali karena setiap kali bertemu dengan pedang lawan.
Lengannya tergetar hebat, tanda bahwa lawannya, seorang nona yang masih amat muda itu memiliki tenaga sin-kang yang amat luar biasa!
Namun dia tidak mengenal takut, mengambil keputusan untuk berkelahi sampai titik darah terakhir membela negaranya.
“Bu-koksu, bersiaplah untuk mampus!” Maya berseru keras, kudanya meloncat ke depan dan pedangnya menyambar dengan sinar berkilat.
“Tidak begitu mudah keparat!” Bu-koksu membentak dan menangkis.
“Tranggg….!” Untuk ke sekian ratus kalinya, pedang Maya bertemu dengan golok besar di tangan Bu-koksu.
Bunga api berpijar dan kedua senjata itu melekat karena keduanya telah menyalurkan tenaga dan kini mereka mengadu tenaga melalui senjata mereka yang saling melekat itu.
“Tahan senjata….!” Tiba-tiba tampak bayangan orang berkelebat dari atas tembok benteng dan ternyata orang itu adalah Suma Hoat!
Dengan gerakan seperti seekor burung raksasa terbang melayang turun dari tembok, Suma Hoat mendorongkan kedua tangannya ke arah dua tangan yang memegang senjata.
Maya dan Bu-koksu terkejut, tidak tahu siapakah di antara mereka yang dibantu pemuda itu, maka keduanya lalu menarik senjata masing-masing.
Menahan kuda dan memandang Suma Hoat yang telah berdiri di antara mereka dengan alis berkerut……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader