BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Merugikan dirimu, tentu akan kauanggap sebagai dendam sakit hati yang harus dibalas.
Dengan demikian, maka terciptalah rantai yang tiada putusnya berupa balas membalas, baik membalas budi maupun membalas dendam!”
“Bukankah itu sudah seharusnya demikian, Suheng? Sudah adil kalau budi dendam dibalas sehingga menjadi adil namanya? Bukankah sudah demikian pada umumnya hukum karma?”
Han Ki menggeleng kepalanya. “Memang demikianlah pendapat umum yang telah menjadi tradisi usang. Karena kepercayaan dan pendapat turun-temurun seperti inilah membuat kita terseret ke dalam arus yang dibuat manusia sendiri dan dinamakan karma.
Mata rantai itu terbentuk dari perbuatan-perbuatan yang menghendaki akhiran yang menyenangkan, perbuatan-perbuatan yang bertujuan, berpamrih.
Apakah artinya perbuatan baik maupun buruk kalau didasari tujuan tertentu, berpamrih yang bukan lain hanya pencetusan dari rasa sayang diri belaka?
Perbuatan demikian itu, baik maupun buruk, adalah perbuatan yang tidak wajar, yang palsu dan karenanya selalu berkelanjutan dan berekor tiada kunjung putus dan menjadi hukum karma.
Layaknya kalau hidup kita ini hanya kita isi dengan perbuatan-perbuatan palsu yang lebih patut disebut hutang-pihutang?
Tiada kebebasan, tiada kewajaran sama sekali?” Mendengar pendapat yang baru sama sekali ini, yang belum pernah dia mendengarnya.
Siauw Bwee terkejut dan juga terheran, memandang suhengnya dengan alis berkerut dan dia membantah.
“Akan tetapi, Suheng! Apakah engkau hendak menganjurkan agar kita tidak usah mengenal dan membalas budi? Suheng!
Orang yang tidak mengenal budi adalah orang yang rendah dan tidak baik!” Kembali Han Ki menggeleng kepalanya, memandang sumoinya dengan tajam lalu berkata, suaranya bersungguh-sungguh.
“Ucapanmu itu mencerminkan pandangan umum, namun sesungguhnya pandangan seperti itu adalah tidak tepat, Sumoi.”
“Mengapa tidak tepat? Orang harus selalu mengingat budi orang lain yang dilimpahkan kepadanya dan berusaha untuk membalas budi itu!”
“Cobalah renungkan dalam-dalam dan dengarkan baik-baik kata-kataku ini, Sumoi. Orang yang mengingat dan membalas budi orang lain adalah orang yang menghendaki agar budinya diingat dan dibalas orang lain pula!”
“Apa salahnya dengan itu? Saling membalas budi adalah perbuatan orang sopan dan baik!” “Kalau sudah dijadikan keharusan balas-membalas.
Berarti bayar-membayar dan perbuatan itu tidak patut disebut budi lagi, melainkan semacam hutang-pihutang!
Dengan mengingat dan membalas budi orang lain berarti merendahkan orang itu, merendahkan pula nilai perbuatannya yang hanya disamakan dengan hutang! Renungkan baik-baik, Sumoi. Bukan begitu?”
Siauw Bwee tercengang, kemudian menarik napas panjang dan mengangguk perlahan. “Wahh, kebenaran pendapatmu tak dapat dibantah memang, Suheng.
Akan tetapi sungguh janggal, sungguh aneh dan menyimpang dari pendapat umum.”…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader