BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Yang menonton dengan mata terbelalak kagum. Gerakan Siauw Bwee memang amat mengejutkan.
Lompatannya itu seperti seekor burung terbang ke atas, demikian indah dan cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata, hanya merupakan bayangan berkelebat saja.
“Suheng….!” Kembali Siauw Bwee berkata setelah dia berdiri di depan pemuda itu yang memandangnya dengan mata tak acuh dan masih melanjutkan minum araknya.
Melihat sinar mata suhengnya ini, Siauw Bwee merasa seolah-olah jantungnya ditusuk ujung pedang. Sinar mata suhengnya membayangkan bahwa dia tidak mengenalnya sama sekali.
Seperti pandang mata seorang asing, namun pandang mata itu mengandung teguran dan penyesalan.
“Suheng, ini aku, Siauw Bwee sumoimu!” Suara Siauw Bwee mengandung isak, hampir saja dia menangis karena tidak kuat menahan kedukaan hatinya.
Kam Han Ki, pemuda itu, menurunkan guci araknya, memandang Siauw Bwee penuh perhatian dan sepasang alisnya berkerut, penuh teguran.
Suaranya halus namun penuh dengan penyesalan ketika ia berkata, “Nona, aku sama sekali tidak mengerti akan sikapmu yang aneh, dan mengapa engkau selalu menyebut suheng kepadaku.
Aku tidak dapat menduga apakah sebabnya engkau bersandiwara seperti itu, ataukah memang engkau salah mengenal orang. Kalau hendak mengatakan engkau gila, tidak mungkin.
Akan tetapi, yang amat kusayangkan adalah bahwa berkali-kali engkau mengacau, dahulu di Sian-yang, dan sekarang kembali engkau mengacau di sini.
Kepandaianmu amat tinggi, jarang aku bertemu dengan orang yang setinggi tingkat kepandaianmu. Akan tetapi sungguh sayang andaikata engkau pergunakan kepandaianmu untuk mengkhianati negara.”
“Kam-suheng! Aku tidak mengkhianati siapa-siapa, aku…. aku….” Siauw Bwee tak dapat melanjutkan kata-katanya saking sedih hatinya melihat keadaan suhengnya yang benar-benar sama sekali tidak mengenalnya.
“Hemm, engkau selalu membikin kacau dan kalau tadi tidak kucegah, bukankah engkau sudah melukai seorang perwira pengawal?”
“Kam-suheng, aku sengaja mencarimu! Engkau…. engkau telah kehilangan ingatan sehingga engkau tidak ingat lagi kepadaku, sumoimu yang…. yang setengah mati mencarimu.
Aihh, Suheng…. ingatlah, aku Siauw Bwee…. Suheng, benar-benarkah engkau lupa kepadaku?” Han Ki memandang dan menggeleng-geleng kepalanya, lalu menghela napas.
“Sayang…. sungguh sayang…. Engkau seorang dara remaja yang cantik jelita dan berkepandaian tinggi.
Sayang kalau sampai pikiranmu tidak normal. Aku belum pernah bertemu denganmu, kecuali ketika engkau mengacau dan menyerang Koksu di Sian-yang.
Sungguhpun suaramu…. ahh, tentu hanya dalam mimpi saja aku pernah mendengar suaramu. Nona, kau pergilah dari kota ini, jangan mengacau lagi.”
Siauw Bwee maklum bahwa akan percuma saja dia mengingatkan suhengnya ini yang sudah hilang ingatannya. Dia seorang gadis cerdik, maka dia segera bertanya,
“Kalau kauanggap aku sebagai seorang pengkhianat dan pengacau, mengapa engkau tidak menangkap saja aku agar aku dihukum mati, atau tidak kaubunuh saja aku?
Betapapun lihaiku, aku tidak akan dapat…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader