BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kita meninggalkan dulu Yan Hwa yang tidur pulas dan suhengnya yang memandang dengan heran dan menduga-duga, karena pada hari itu juga.
Siauw Bwee dan Coa Leng Bu berhasil menyelundup ke kota Siang-tan. Karena sudah lama kita meninggalkan Siauw Bwee, sebaiknya kita mengikuti perjalanannya.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, pendekar wanita yang sakti ini berhasil keluar dari kota Sian-yang berkat bantuan Suma Hoat dan kemudian setelah keluar dari kota itu.
Dia bertemu kembali dengan pemuda ini yang ternyata adalah sute dari Coa Leng Bu. Diceritakan pula betapa Suma Hoat tergila-gila kepadanya dan secara terus terang menyatakan cintanya.
Yang tentu saja ditolak oleh Siauw Bwee. Betapapun juga Siauw Bwee tidak mengganggu pemuda itu biarpun kenyataan bahwa pemuda itu putera tunggal musuh besarnya. Suma Kiat.
Membuat dia semestinya membenci Suma Hoat. Namun sikap pemuda itu malah menimbulkan perasaan iba di hatinya.
Setelah Suma Hoat pergi yang membuat heran hati Coa Leng Bu karena kakek ini tidak mengetahui sebab-sebabnya, juga tidak berani bertanya kepada Siauw Bwee.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke kota Siang-tan. Siauw Bwee ingin sekali bertemu dengan suhengnya, ingin menyelidiki sikap suhengnya yang aneh.
Yang menurut dugaan supeknya itu tentu menjadi korban racun perampas semangat. Tentu saja memasuki kota Siang-tan yang masih diduduki oleh pasukan Sung, lebih mudah bagi mereka.
Orang-orang Han, daripada memasuki kota Sian-yang yang telah dikuasai bala tentara Mancu. Bersama rombon gan pengungsi, Siauw Bwee dan Coa Leng Bu memasuki pintu gerbang kota.
Akan tetapi, pada pagi hari itu, penjagaan di pintu gerbang kota Siang-tan tidaklah seperti biasa. Biarpun para pengungsi itu adalah suku bangsa sendiri.
Namun setiap orang pengungsi harus digeledah dan setiap buah senjata yang ada pada mereka dirampas.
Hal ini adalah akibat kekacauan yang terjadi kemarin, di mana para pengungsi mengamuk dan lima orang mata-mata diketahui dan dikejar-kejar.
Ketika tiba giliran Siauw Bwee digeledah, hampir saja terjadi keributan. Melihat dua orang penjaga yang menyeringai dan memandangnya dengan muka kurang ajar, hati Siauw Bwee menjadi panas sekali.
Para pengungsi lain, cukup digeledah barang-barang bawaan mereka dan diharuskan menyerahkan senjata yang menempel di tubuh, akan tetapi melihat Siauw Bwee yang cantik jelita.
Dua orang petugas itu timbul gairahnya dan keceriwisannya. “Aha, Nona harus digeledah. Silakan masuk ke pondok penjaga.
Harus kami geledah kalau-kalau Nona menyembunyikan senjata atau surat-surat penting di dalam pakaian Nona. Kami takkan bersikap kasar terhadap Nona yang cantik jelita.”
Hampir saja Siauw Bwee melayangkan tangannya menampar petugas itu, akan tetapi Coa Leng Bu cepat menyentuh lengannya.
Kakek ini menjura kepada dua orang petugas itu. “Harap Ji-wi suka memaafkan kami. Keponakanku ini tidak membawa senjata lain kecuali pedangnya.
Pedang sudah kami berikan, mengapa harus digeledah pakaiannya lagi sedangkan para pengungsi lainnya tidak?”
“Hemm, engkau tak tahu, orang tua! Di antara mata-mata yang dikejar…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader