BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Di dalam kota, sedangkan kita berada jauh di luar kota, enak-enakan. Sungguh harus malu!” Yan Hwa mencela.
“Aihh, bukankah kita sudah bersepakat untuk lari keluar kota? Engkau tidak mau menyamar sebagai pengemis.” “Ihh, jijik!”
“Kita terpaksa lari keluar, karena keadaan amat berbahaya. Dengan keributan seperti itu, dan penjagaan amat ketat di dalam kota, biarpun kita berada di sana juga tak mungkin dapat bekerja.
Pula, apakah hanya di dalam kota saja yang perlu diselidiki? Kurasa menyelidiki di luar tembok benteng tidak kalah pentingnya, menyelidiki barisan pendam mereka, dan pertahanan pertama mereka.
Selain itu, kalau keadaan di kota sudah mereda, masuk lagi ke sana apa sukarnya bagi kita?” “Habis, sekarang kita mau apa?” Yan Hwa bertanya. Ji Kun tertawa,
“Menanti sampai matahari terbit, baru nanti mencari jalan menyelidiki ke dekat tembok benteng. Sekarang, sambil menanti, mau apalagi, Sumoi yang manis?”
Dia memeluk lagi dan sekali ini Yan Hwa juga timbul kasih sayangnya, melayani cumbu rayu suhengnya. Keduanya tenggelam dalam gelombang asmara.
Akan tetapi Yan Hwa yang rebah dengan telinga menempel tanah, tiba-tiba mendorong dada kekasihnya.
“Ada barisan datang….!” Ji Kun terkejut. Keduanya melompat bangun, lalu dengan cekatan seperti dua ekor burung, mereka melompat ke atas.
Menyambar dahan pohon dan dalam beberapa detik saja dua orang yang lihai itu telah berada di puncak pohon tertinggi, mengintai ke sana-sini.
Akhirnya mereka melihat lampu bergerak-gerak di selatan, dan akhirnya beberapa pasang lampu itu berhenti. “Apakah itu?” Yan Hwa bertanya.
“Menurut suaranya tentu derap kaki kuda, dan lampu-lampu itu tak salah lagi tentu lampu kendaraan kereta. Mereka berhenti di sana, hayo kita menyelidiki!”
Dengan cepat sekali, tanpa mengeluarkan suara, kedua orang muda itu mendekati tempat itu dan melihat bahwa rombongan yang berhenti.
Itu adalah rombongan terdiri dari empat buah kereta yang dikawal ketat oleh pasukan pengawal sejumlah lima puluh orang.
Ketika tenda-tenda kereta yang berkumpul itu tersingkap, dengan heran sekali Yan Hwa dan Ji Kun melihat gadis-gadis cantik yang duduk di dalam joli kereta, setiap kereta terisi enam orang gadis cantik.
Mereka itu kelihatan berduka, ada pula yang menangis terisak. Ji Kun dan Yan Hwa menyelinap di antara pohon-pohon.
Mendekati komandan dan para pembantunya yang duduk mengelilingl api unggun, mendengarkan percakapan mereka.
“Dalam keadaan terancam penyerbuan barisan Mancu, mengumpulkan siuli (gadis cantik calon selir pangeran atau raja), sungguh mementingkan kesenangan sendiri saja.”
Seorang perwira mengeluh. “Hati-hati dengan mulutmu!” Komandan pasukan yang berpakaian panglima membentak bawahannya,
“Bukan tidak ada gunanya kalau Suma-goanswe menyuruh kita mengumpulkan gadis-gadis cantik untuk Pangeran Ci Hok Ong di Siang-tan.
Kita hanyalah pelaksana, perlu apa memusingkan sebab-sebabnya?”…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader