BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Sesuka Si Penyerang, yang satu dipakai memancing, yang ke dua baru merupakan pukulan sesungguhnya.
Dia tidak mau terpancing, maka dia menggunakan kedua tangannya menangkis ke atas dan ke bawah. “Plakk! Dukkk!” Tiat-ciang-siucai terdesak mundur dua langkah.
Sedangkan Leng Bu masih berada di tempatnya akan tetapi wajahnya berubah menyeringai karena pundaknya yang terluka tadi terasa nyeri.
Jelas bahwa sin-kangnya lebih kuat, akan tetapi selisihnya hanya sedikit dan luka di pundaknya membuat dia menderita.
Namun dia tidak mau mundur, bahkan membalas menyerang dengan pengerahan tenaga Jit-goat-sin-kang!
Terdengar angin menyambar dari kedua tangannya dan hawa di ruangan warung itu tiba-tiba menjadi panas seolah-olah ada sinar matahari sepenuhnya memasuki ruangan.
Tiat-ciang-siucai berseru kaget dan cepat ia menggunakan kedua tangannya melindungi tubuh, menangkis bertubi-tubi sehingga dua pasang tangan itu saking cepat gerakannya berubah menjadi banyak.
Namun kakek sastrawan itu terdesak mundur oleh hawa panas. Tiba-tiba Leng Bu yang ingin segera memperoleh kemenangan itu sudah mengubah gerakannya.
Ditujukan ke bawah, menyerang tubuh bagian bawah dan tiba-tiba hawa yang panas itu berubah sejuk.
Kembali kakek sastrawan terkejut, dan biarpun dia berhasil menangkis serangan yang seperti hujan datangnya, namun perubahan itu membuat dia bingung dan terhuyung ke belakang.
“Heiii! Bukankah itu Jit-goat-sin-kang?” Tiba-tiba Pek-mau Seng-jin berseru kaget dan kagum.
Mendengar ini, Coa Leng Bu terkejut. Tak disangkanya kakek berambut putih itu mengenal Jit-goat-sin-kang yang selama ini tersembunyi dari dunia kang-ouw.
Akan tetapi karena sudah terlanjur dikeluarkan, dia lalu menerjang maju dan mengerahkan tenaganya.
Dari dorongan telapak tangan kanannya keluar hawa pukulan yang bercuitan ke arah tubuh Tiat-ciang-siucai yang terhuyung.
Siucai itu berusaha menahan dengan kedua tangannya, namun tetap saja dia terdorong dan roboh bergulingan.
Leng Bu menghentikan serangannya, meloncat mundur dan menjura. “Harap maafkan kekasaran saya.” Tiat-ciang-siucai meloncat bangun, matanya terbelalak.
“Luar biasa sekali! Saya mengaku kalah!” Menyaksikan sikap ini, agak lega hati Coa Leng Bu, karena sikap kakek sastrawan itu menunjukkan sikap seorang kang-ouw yang baik.
Gagah perkasa, dan jujur, berani menerima kekalahan dengan hati tulus. Pek-mau Seng-jin girang sekali.
Biarpun belum dapat dikatakan luar biasa, petani tua bertelanjang kaki itu dapat dijadikan seorang pembantunya yang lumayan.
Maka dia memberi tanda dengan mata kepada Panglima Dailuba yang tinggi besar, bermata lebar dan bermuka penuh brewok.
“Biarlah aku menguji kepandaianmu, Coa-enghiong!” katanya dengan suaranya yang nyaring besar mengejutkan.
Panglima ini adalah seorang bangsa Yucen tulen, bertenaga besar dan berkepandaian tinggi. Apalagi…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader