BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Biarpun kata-kata itu bersifat undangan, namun nadanya yang keras itu mengandung tekanan, paksaan dan membayangkan ancaman.
Hal ini membuat Siauw Bwee makin marah. Hati dara muda ini memang sudah mengkal dan marah ketika ia melihat Pek-mau Seng-jin yang mengingatkan dia akan perbuatan koksu itu.
Yang dahulu pernah menawan dia dan Maya kemudian menyerahkan dia dan Maya sebagai hadiah kepada Coa Sin Cu di pantai Po-hai.
Mengingat akan hal ini saja sudah membuat tangannya gatal untuk membalas dendam, karena sekarang dia tidak gentar lagi menghadapi koksu yang lihai itu.
Kemudian kemarahannya tadi ditambah dengan penyerangan Pek-mau Seng-jin, biarpun penyerangan itu merupakan ujian dan tidak mengandung niat jahat.
Kini, ditambah oleh kata-kata dan sikap Koan Tek, tentu saja dia tidak mau menaati isyarat mata supeknya agar bersabar.
Dia sudah bangkit berdiri dan memandang Koan Tek dengan mata berapi. “Engkau ini mengundang ataukah hendak memaksa orang?
Kalau mengundang bersikaplah sebagai pengundang yang sopan, setelah ditolak dengan alasan tepat segera mundur.
Kalau mau memaksa, terus terang saja, tak usah bersembunyi di balik sikap manis agar aku tidak usah ragu-ragu lagi memberi hajaran kepada orang yang hendak memaksaku!”
“Ehhh…. sudahlah…. sudahlah….!” Coa Leng Bu berkata khawatir. Kakek ini cepat berdiri dan menjura kepada Koan Tek.
“Harap sicu suka maafkan, kami hendak pergi saja.” Akan tetapi Koan Tek sudah marah sekali. Dengan mata melotot ia memandang kepada Siauw Bwee dan membentak,
“Berani engkau kurang ajar kepada Koan-taihiap. Apakah kau sudah bosan hidup?” Siauw Bwee menudingkan telunjuknya.
“Jangankan baru engkau seorang, biar ada seratus orang macam engkau aku tidak takut! Supek, biarlah, orang macam dia ini kalau tidak dihajar tentu akan menghina orang lain saja!”
Koan Tek hendak menerjang maju, akan tetapi tiba-tiba ada orang menarik lengannya sehingga dia terhuyung ke belakang.
Ketika dia menoleh ternyata yang menariknya adalah seorang kakek tinggi kurus, berpakaian sastrawan dan dia ini adalah seorang di antara para pembantu Koksu, maka dia segera melangkah mundur.
Kakek itu dengan sikap sopan sekali menjura kepada Leng Bu dan Siauw Bwee sambil berkata, “Harap Ji-wi sudi memaafkan Koan-sicu yang bersikap kasar karena memang dia yang jujur selalu bicara kasar.
Harap Ji-wi ketahui bahwa kami mengundang Ji-wi dengan niat bersih hendak berkenalan. Di antara kita terdapat nasib yang sama yaitu selagi negara kita diserbu bangsa Mancu.
Sebaiknya kalau orang-orang gagah seperti kita bersatu menghadapi musuh. Karena itulah maka pemimpin kami, Pek-mau Seng-jin, mengharap Ji-wi sudi datang berkenalan.”
Leng Bu tidak pernah mendengar nama Pek-mau Seng-jin, akan tetapi Siauw Bwee yang tahu bahwa kakek rambut putih itu adalah Koksu Negara Yucen, segera menjawab,
“Kami berdua tidak ada sangkut-pautnya dengan segala urusan perang! Apalagi harus bersekutu dengan pihak ke tiga.
Hemm, kami bukan pengkhianat, bukan pula penjilat, lebih baik kalian tidak mencari perkara dan membiarkan kami pergi!”
Setelah berkata demikian, Siauw Bwee memegang tangan supeknya dan diajak pergi. Akan tetapi baru saja mereka melangkah hendak keluar…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader