BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Jalan mundur satu-satunya yang paling lemah dijaga musuh hanyalah ke selatan. Ke timur berhadapan dengan barisan Yucen yang kuat.
Demikian pula ke utara. Sedangkan di sebelah barat terdapat pasukan-pasukan Mongol dan Sung. Di selatan hanya terjaga oleh pasukan Sung.
Akan tetapi mengingat keadaan Sung yang makin lemah daripada menghadapi barisan Yucen atau Mongol lebih ringan menghadapi pasukan Sung.
Maka kiranya tidak akan meleset jika kita perhitungkan bahwa barisan Mancu itu tentu mengundurkan diri ke selatan.”
Maya mengangguk-angguk, diam-diam ia kagum karena tidak mengira bahwa Si Penggembala domba ini memiliki pemandangan yang luas dan cerdik. “Baiklah, kalau begitu kita mengejar ke selatan.”
Berangkatlah pasukan itu pada keesokan harinya, menuju ke selatan dan ketika para penyelidik memberi pelaporan bahwa memang benar ada tanda-tanda bahwa pasukan-pasukan Mancu mengundurkan diri ke selatan.
Maya makin kagum terhadap pembantunya, Cia Kim Seng. Keadaan di sepanjang jalan amat sunyi, karena sebagian besar penduduk mengungsi dari daerah yang dilanda perang itu.
Kita kembali mengikuti perjalanan dan pengalaman Khu Siauw Bwee yang sudah lama kita tinggalkan.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, dara perkasa itu mempelajari ilmu gerak tangan kilat dan gerak kaki kilat dari kakek yang kedua kakinya buntung dan lengan kirinya juga buntung.
Kedua ilmu silat yang amat aneh itu adalah ilmu rahasia dari kaum kaki buntung dan kaum lengan buntung.
Ilmu silat ini memang luar biasa dan kini Siauw Bwee telah mempelajari teorinya dari kakek itu, bahkan sekalian diajari cara pemecahannya sehingga tentu saja Siauw Bwee menjadi lihai bukan main.
Kaki tangannya masih utuh dan ilmu-ilmu itu dimainkan oleh orang-orang cacad saja sudah begitu hebat, apalagi dimainkan oleh Siauw Bwee yang selain masih utuh kaki tangannya.
Juga telah memiliki dasar ilmu silat yang, tingkatnya jauh lebih tinggi pula. Disamping ini masih mendapat ajaran rahasia pemecahan kedua ilmu itu!
“Bagus! Li-hiap telah menguasai kedua ilmu itu dengan sempurna! Andaikata. Aku sendiri yang melatih dengan kaki tangan utuh, belum tentu dapat sesempurna ini!” Lu Gak, demikian nama kakek itu, tertawa puas.
Akan tetapi Siauw Bwee sama sekali tidak merasa puas. Sudah sering kali ia minta agar kakek itu beristirahat.
Akan tetapi kakek itu berkeras, siang malam mengajarnya padahal keadaan kesehatan kakek itu buruk sekali! Kini, biarpun kakek itu tertawa, wajahnya amat pucat dan napasnya memburu.
“Lu-locianpwe, engkau terlalu memaksa diri. Sebaiknya sekarang beristirahat.”
“Baiklah…. baiklah Khu-lihiap. Besok adalah hari pibu antara mereka, seperti biasa mengambil tempat di kuil tua dekat rawa.
Kuil bekas tempat tinggal nenek moyang kami kedua pihak di mana terdapat pula kuburan mereka berdua itu. Engkau wakililah aku Li-hiap, mendamaikan mereka dengan mengalahkan mereka.
Kalau berhasil, barulah aku dapat mati dengan mata terpejam.”
“Baik, Locianpwe, dan mudah-mudahan semua berjalan lancar,” jawab Siauw Bwee dan hatinya lega menyaksikan kakek itu dapat tidur pulas di dalam pondok.
Kakek ini sebenarnya memiliki ilmu kepandaian…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader