BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Siauw Bwee memandang heran ketika melihat seorang laki-laki tua renta dan bertubuh kurus kering duduk di atas bangku bambu depan pondok itu.
Laki-laki itu keadaannya amat menyedihkan. Kedua kakinya buntung sebatas paha, lengan kirinya juga buntung seperti tiga orang pendatang itu.
Dan yang tinggal hanyalah lengan kanannya yang kurus dan yang memegang sebatang tongkat seperti milik para anggauta kaum kaki buntung. Siauw Bwee memandang heran dan menduga.
Termasuk golongan manakah kakek itu? Lengan kirinya buntung seperti tiga orang pendatang itu, akan tetapi belum tentu dia merupakan anggauta kaum lengan buntung karena kakinya juga buntung.
Tidak hanya kaki kanan, bahkan kedua-duanya! Dan kakek itu duduk tanpa kaki seperti orang sedang bersila, tangan kanan memegang tongkat yang melintang di depannya.
Lengan baju kiri tergantung lepas tanpa isi, kedua matanya terpejam seolah-olah dia tidak tahu akan kedatangan tiga orang itu.
Siauw Bwee mengalihkan pandangnya. Di antara tiga orang lengan buntung ini, tidak seorang pun pernah dilihatnya di antara mereka yang dulu pernah dilihatnya.
Ketika lima orang lengan buntung membawa tawanan seorang kaki buntung. Yang seorang adalah seorang nenek yang mukanya masam dan kelihatan galak.
Yang ke dua adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan, lebih muda daripada Si Nenek, sikapnya gagah dan agaknya dia yang memimpin rombongan tiga orang itu.
Orang ke tiga adalah seorang laki-laki bermuka tampan akan tetapi membayangkan kesombongan. Ketiganya kini berdiri di depan kakek tua renta itu.
Kemudian terdengarlah laki-laki tinggi tegap yang memimpin rombongan itu berkata,
“Twa-supek, kami diperintah oleh Suhu untuk memperingatkan Supek yang terakhir kalinya agar supek suka memberitahukan rahasia gerak tangan kilat kaum kaki buntung!”
Biarpun laki-laki itu menyebut twa-supek (uwa guru tertua), namun nada suaranya amat tidak menghormat, bahkan mengandung ancaman dan kekerasan.
Kakek itu membuka matanya dan terkejutlah Siauw Bwee menyaksikan betapa sinar mata kakek tua renta itu mengandung penderitaan seperti mata orang yang sakit berat!
Kemudian terdengar kakek itu berkata lirih, “Sudah kukatakan bahwa aku tidak sudi mencampuri permusuhan terkutuk itu! Pergilah kalian!”
“Twa-supek! Kalau begitu benar keterangan para penyelidik bahwa supek menerima kedatangan orang-orang berkaki buntung, tentu supek telah membuka rahasia ilmu kami!”
“Benar, mereka datang pula ke sini membujuk akan tetapi aku tidak sudi pula membantu mereka. Seperti juga kaum lengan buntung, kaum kaki buntung adalah anak muridku pula.
“Betapa aku sudi membantu mereka yang saling bermusuhan sendiri?”
“Twa-supek! Kiranya sampai sekarang, setelah menerima kutukan dari roh para nenek moyang, Twa-supek masih saja mengkhianati sumpah….”
“Sudahlah, tutup mulutmu!” Kakek itu membentak.
Orang itu melotot marah. “Orang tua, biarpun engkau terhitung supek sendiri, akan tetapi engkau telah hampir mati, hanya mempunyai sebuah…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader