BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Tamu itu disuruh menanti di kamar tamu yang berada di ruangan luar! “Cepat! Tunggu apalagi?” Menteri Kam Liong yang sedang mengkal hatinya itu membentak.
Sang Pengawal terkejut, memberi hormat dan keluar, heran di dalam hatinya mengapa hari itu majikannya demikian galak, padahal biasanya, Menteri Kam Liong terkenal sebagai atasan dan majikan yang lemah lembut dan halus terhadap anak buahnya.
Menteri Kam Liong sudah mendengar langkah kaki ringan yang menuju ke kamar kerjanya dan berhenti di depan pintu. Hemm, seorang yang pandai ilmu silat, pikirnya heran.
Mengapa seorang ahli silat ingin bertemu dengannya? Ingin melamar pekerjaan pengawal? Tanpa menoleh, sambil minum teh dari cangkirnya, ia berkata tenang. “Masuklah!”
Langkah kaki ringan itu memasuki kamarnya, lalu berhenti dan hening sejenak sebelum suara yang nyaring itu bertanya. “Apakah saya berhadapan dengan Menteri Kam Liong?”
Hemm, bocah ini sama sekali tidak mempunyai suara penjilat, tidak bermuka-muka dan tidak berlebihan menghormatinya seperti biasa dilakukan orang, malah terdengar agak kurang ajar dan tidak memandang kedudukannya yang tinggi!
Dengan cangkir the masih di depan mulut, Menteri Kam Liong menoleh sambil berkata. “Siapa engkau? Katakan keperluanmu!” Akan tetapi ia terkejut ketika pandang matanya bertemu dengan laki-laki itu.
Seorang pemuda yang amat tampan dan bersikap gagah sekali, dengan sepasang mata yang bersinar-sinar amat tajam. Jelas bukan seorang pemuda sembarangan!
Juga wajah ini…. serasa pernah ia mengenalnya, akan tetapi ia tidak ingat di mana dan kapan. Tanpa mengalihkan pan dang matanya dari wajah tampan itu.
Menteri Kam Liong yang mulai tertarik, meletakkan cangkir tehnya di atas meja lalu memutar tubuh menghadapi pemuda itu dan mendesak, “Siapakah engkau?”
Pemuda tampan itu lalu menjura dan memberi hormat, suaranya terdengar gembira dan penuh perasaan. “Harap Twako sudi memberi maaf kalau siauwte mengganggu. Siauwte adalah Kam Han Ki….” Menteri Kam Liong mencelat bangkit dari tempat duduknya dan gerakannya sungguh amat cepat, jauh bedanya dari sikapnya yang lemah lembut.
“Han Ki…? Engkau putera mendiang Paman Kam Bu Sin yang lenyap bertahun-tahun itu….?” Pemuda yang bernama Kam Han Ki itu mengangkat mukanya dan memandang Menteri yang disebutnya “kakak tua” itu dengan wajah berseri lalu mengangguk.
“Benar, Twako. Saya adalah Kam Han Ki adik sepupu Twako sendiri.” “Ah, Adikku….! Apa saja yang telah terjadi denganmu selama bertahun-tahun ini? Ah, Adikku….!”
Menteri itu melangkah maju dan merangkul pemuda itu yang cepat menjatuhkan diri berlutut dengan penuh perasaan terharu. Duduklah, Han Ki. Duduklah. Haiii! Pelayan!”
Menteri itu memanggil pelayan yang datang berlarian, lalu memerintahkan untuk mengeluarkan hidangan dan minuman.
“Twako, manakah Twaso (Kakak ipar)? Ijinkan Siauwte memberi hormat kepadanya. Dan mana keponakan-keponakan saya?” Pemuda itu menghentikan pertanyaannya ketika melihat wajah kakak….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader